JUDUL : Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa
Kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Syah (2008:1)
mengatakan “pendidikan pada dasarnya adalah usaha sadar untuk
menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia peserta didik dengan cara
mendorong dan memfasilitasi kegiatan belajar mereka”. Secara detail, dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 1
Pasal 1 (Faturrahman, dkk, 2012: 2):
Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut Hasbullah
(2006: 11), secara singkat dikatakan bahwa:
Tujuan pendidikan nasional ialah
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia
seutuhnya, dengan ciri-ciri yaitu beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehat
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta bertanggung
jawab terhadap masyarakat dan bangsa.
Berdasarkan
penjelasan tersebut jelas sekali bahwa pendidikan merupakan wadah untuk
mengembangkan potensi-potensi peserta didik secara aktif melalui proses
belajar.
Belajar dan mengajar
merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan. Belajar merujuk pada apa yang
harus dilakukan seseorang sebagai subjek dalam belajar, sedangkan mengajar
merujuk pada apa yang seharusnya dilakukan seseorang guru sebagai pengajar. Pada
proses belajar mengajar pasti terdapat beberapa kelemahan yang mempengaruhi
hasil belajar siswa.
Hasil observasi awal
dan wawancara yang dilakukan dengan guru kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung
Jawa ditemukan beberapa hal dalam proses pembelajaran yaitu kurangnya daya
serap peserta didik yang berdampak pada rendahnya hasil belajar siswa,
kejenuhan siswa dalam belajar, suasana belajar yang pasif, kurangnya kerjasama
siswa di dalam kelas, kurangnya interaksi siswa, dan kurangnya perhatian siswa
terhadap penjelasan guru. Hal ini disebabkan karena proses pembelajaran yang
monoton dilakukan oleh guru dengan hanya menggunakan metode ceramah, kurangnya
kegiatan yang melatih kerjasama siswa, pembelajaran yang terlalu serius, guru kurang
mampu menciptakan pembelajaran menarik, serta kurangnya penggunaan media
pembelajaran.
Hal ini mengakibatkan
rata-rata hasil belajar siswa masih banyak yang belum mencapai KKM dengan hanya
memperoleh nilai rata-rata dari hasil ulangan mid semester yaitu 58,29,
sementara KKM yang ditetapkan sekolah pada mata pelajaran IPS yaitu 70. Dari
jumlah siswa 42 orang, 28 orang diantaranya tidak berhasil mencapai KKM atau 66,66%
siswa secara klasikal tidak mencapai KKM yang berarti hanya 14 orang siswa di
kelas tersebut yang berhasil mencapai KKM atau 33,33% dari jumlah siswa.
Proses pembelajaran
sudah sepantasnya dibuat lebih menyenangkan bagi siswa utamanya pada siswa
sekolah dasar yang lebih menyukai konsep belajar sambil bermain. Terutama pada
pelajaran IPS yang merupakan salah satu pelajaran yang sering dianggap oleh
siswa atau guru sebagai materi hafalan saja sehingga proses pembelajaran sangat
membosankan dan banyak memakan waktu. Hal ini mengakibatkan siswa kurang
tertarik pada pembelajaran dan terkesan hanya mengejar target untuk
menyelesaikan pokok bahasan saja. Agar hal itu tidak akan terjadi
berlarut-larut dan mengurangi minat dan hasil belajar siswa semakin tidak
memuaskan, maka hendaknya guru meningkatkan keterampilan dalam mengajar.
Berdasarkan hal
tersebut, maka penggunaan model dan tipe pembelajaran yang menarik dikelas
perlu dilaksanakan yaitu dari pembelajaran yang tidak melibatkan siswa secara
langsung menjadi pembelajaran yang melibatkan siswa sehingga pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial menjadi menyenangkan dan bermakna. Salah satu model
pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa yaitu dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Model pembelajaran
yang digunakan untuk proses pembelajaran sangat beragam, tetapi untuk
penelitian ini yang diangkat adalah model pembelajaran kooperatif tipe Word
Square. Pembelajaran model Word Square merupakan model pembelajaran
yang diharapkan mampu memberi inovasi dalam pembelajaran. Pembelajaran ini merupakan
pembelajaran yang terdapat nuansa bermain dalam pembelajarannya. Hal ini di
harapkan membuat siswa tidak jenuh selama mengikuti pembelajaran IPS di
sekolah.
Pemilihan model pembelajaran
Word Square yang dijadikan sebagai
bahan penelitian karena model pembelajaran ini sudah dibuktikan sebelumnya oleh
Gusmitawati Supandi (2012) dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word
Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial”. Berdasarkan hasil penelitian
ini dapat dibuktikan dari hasil sebelum penelitian 22,86% siswa mendapat nilai diatas KKM, setelah melakukan
penelitian 85,71% siswa yang mencapai standar KKM.
Melalui penerapan
model pembelajaran Word Square maka pembelajaran tidaklah menjenuhkan,
diharapkan dengan adanya penerapan model pembelajaran ini maka anak akan merasa
nyaman dalam proses pembelajaran, dengan demikian materi yang disampaikan akan
mudah diterima oleh peserta didik. Dengan kemudahan dan kesesuaian penerimaan materi
ajar yang disampaikan oleh pendidik maka prestasi baik akademik maupun sosial
dapat di raih.
Berdasarkan hal di
atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil
Belajar IPS pada Siswa Kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan
Mamajang Kota Makassar.
B.
Rumusan dan
Pemecahan Masalah
1.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimanakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe
Word Square dapat
meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV B SD Negeri
Kompleks Sambung Jawa Kecamatan
Mamajang Kota Makassar?
2.
Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah yang akan digunakan dalam penelitian
tindakan kelas ini yaitu dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square diharapkan hasil belajar IPS
siswa akan meningkat.
C.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah diatas maka peneliti merumuskan tujuan yaitu:
Untuk mendeskripsikan
model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam meningkatkan hasil
belajar IPS pada siswa kelas IV B SD Negeri
Kompleks Sambung Jawa Kecamatan
Mamajang Kota Makassar.
D.
Manfaat Penelitian
1.
Manfaat Teoretis
a.
Bagi siswa diharapkan untuk
meningkatkan kemampuan prestasi
belajar IPS melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Word
Square sehingga apa yang
mereka pelajari mudah dipahami dan dimengerti.
b.
Bagi guru diharapkan
memiliki pengetahuan tentang model pembelajaran kooperatif tipe Word Square sebagai salah satu bentuk inovasi
pembelajaran di SD.
c.
Bagi peneliti diharapkan dapat menjadi bahan acuan yang
digunakan untuk menambah pengetahuan dalam membekali diri sebagai calon guru.
2.
Manfaat Praktis
a. Bagi siswa akan memberikan
pengalaman baru dalam kegiatan pembelajaran IPS sehingga diharapkan hal ini
akan berdampak terhadap minat mereka
dalam belajar sekaligus akan meningkatkan prestasi belajarnya.
b. Bagi rekan-rekan guru akan diperoleh referensi dalam pengembangan kegiatan
pembelajaran yang pada akhirnya secara sinergis akan menumbuhkembangkan semangat persaingan
positif di dalam lingkungan sekolah menuju upaya peningkatan kualitas
prestasi pembelajaran.
c. Bagi sekolah diharapkan penelitian ini bermanfaat dalam upaya pengembangan
mutu dan prestasi pembelajaran yang indikasinya adalah semakin besarnya
motivasi serta meningkatnya prestasi belajar siswa.
II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA
PIKIR, HIPOTESIS TINDAKAN
A. Kajian Pustaka
1.
Model Pembelajaran
Rusman (2011: 133) mengatakan
bahwa:
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di
kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat
pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan
lain-lain. Model pembelajaran dapat dijadikan pola pilihan, artinya para guru
boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan
pendidikannya.
Joyce dan Weil (Mappasoro, 2013:
101) mendefinisikan model pembelajaran sebagai:
Kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan
belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran
dan para pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan pembelajaran.
Sementara itu, Kurniasih dan
Berlin (2015: 18) mengatakan bahwa “model pembelajaran merupakan sebuah
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar”.
Berdasarkan
berbagai pengertian mengenai model pembelajaran maka disimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan cara penyajian yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran agar tercapai tujuan pembelajaran.
2.
Pembelajaran Kooperatif
a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Isjoni (2012)
mengartikan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran
dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah
4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih bergairah
dalam belajar.
Suprijono (2013:
54) mengatakan bahwa “pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas
meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru”. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap
lebih diarahkan oleh guru, dimana guru menetapkan tugas dan
pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang
dirancang untuk membantu peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud.
Lie (2008: 29)
mengatakan bahwa:
Model cooperative
learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur
dasar cooperative learning yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan
prosedur model cooperative learning dengan
benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
Menurut Roger dan David Johnson (Lie, 2008: 31) mengatakan
bahwa:
Tidak semua kerja kelompok bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai
hasil yang maksimal, lima unsur model pembelajaran gotong royong harus
diterapkan yaitu: a) saling ketergantungan positif, b) tanggung jawab
perseorangan, c) tatap muka, d) komunikasi antaranggota, e) evaluasi proses
kelompok.
Selain itu, Djamarah (2010: 357) mengatakan bahwa “dalam
pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif diantara siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama
untuk sukses”.
Menurut Uno dan Nurdin (2015: 120):
Hal yang penting dalam model pembelajaran kooperatif
adalah bahwa siswa dapat belajar dengan cara bekerja sama dengan teman. Bahwa
teman yang lebih mampu dapat menolong teman yang lemah. Setiap anggota kelompok
tetap memberi sumbangan pada prestasi kelompok. Para siswa juga mendapat kesempatan
untuk bersosialisasi.
Trianto (2009) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi
sosial. Di dalam pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok
kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri
beberapa orang siswa, dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok
heterogen adalah terdiri atas campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan
suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dalam bekerja
dengan teman yang berbeda latar belakangnya. Pada pembelajaran kooperatif
diajarkan keterampilan-keterampilan khusus agar dapat bekerjasama dengan baik
di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik. Siswa
diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan
untuk diajarkan Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan. Lie (2008: 41) mengatakan bahwa:
Pengelompokan heterogenitas (kemacamragaman) merupakan ciri-ciri yang
menonjol dalam metode pembelajaran Cooperative
Learning. Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan
keanekaragaman gender, latar belakang agama sosio-ekonomi dan etnik, serta
kemampuan akademis. Dalam hal kemampuan akademis, kelompok pembelajaran Cooperative Learning biasanya terdiri
dari satu orang berkemampuan akademis tinggi, dua orang dengan kemampuan
sedang, dan satu lainnya dari kelompok kemampuan akademis kurang.
Berdasarkan
berbagai penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif maka dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran dimana siswa
belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang
berbeda, setiap anggotanya dituntut untuk saling bekerjasama antar anggota
kelompok yang satu dengan yang lain.
b.
Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan cara
belajar siswa menuju belajar lebih baik, sikap tolong-menolong dalam beberapa
perilaku sosial. Isjoni (2012: 21) mengatakan bahwa:
Tujuan utama dalam penerapan model belajar mengajar cooperative learning adalah agar peserta
didik dapat belajar secara berkelompok bersama teman-temannya dengan cara
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk
mengemukakan gagasannya dengan menyampaikan pendapat mereka secara berkelompok.
Sementara itu,
Johnson dan Johnson (Trianto, 2009: 57) menyatakan bahwa tujuan pokok belajar
kooperatif adalah “memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi
akademik dan pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok”. Pembelajaran
kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan
pembelajaran seperti yang disarikan Ibrahim (Djamarah, 2010: 360) sebagai
berikut:
1) Pembelajaran kooperatif tidak hanya meliputi
berbagai macam tujuan sosial, tetapi juga bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik. 2) Penerimaan yang luas terhadap orang yang
berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. 3)
Pembelajaran kooperatif bertujuan mengajarkan kepada siswa keterampilan kerja
sama dan kolaborasi.
Sani (2013: 132) mengatakan bahwa “tujuan pembelajaran kooperatif yang
perlu dicapai adalah: a) penguasaan pengetahuan akademik; b) penerimaan
terhadap keragaman; dan c) pengembangan keterampilan sosial”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif bertujuan untuk
meningkatkan hasil belajar siswa atau peserta didik lewat belajar berpikir kritis, memecahkan masalah,
mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan dengan membangun hubungan sosial
dan penerimaan terhadap peserta didik yang dianggap lemah.
c.
Prinsip Pembelajaran Kooperatif
Model
pembelajaran kooperatif mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan model
pembelajaran lainnya. Konsep utama dari belajar kooperatif menurut Slavin dalam
Trianto (2009: 61-62) adalah sebagai berikut:
1) Penghargaan
kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai kriteria yang ditentukan.
2) Tanggung
jawab individual, bermakna bahwa suksesnya kelompok bergantung pada belajar
individual semua anggota kelompok. Tanggung jawab ini terfokus dalam usaha
untuk membantu yang lain dan memastikan setiap anggota kelompok telah siap
menghadapi evaluasi tanpa bantuan yang lain.
3) Kesempatan
yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah membantu kelompok dengan
cara meningkatkan belajar mereka sendiri. Hal ini memastikan bahwa siswa
berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah sama-sama tertantang untuk melakukan
yang terbaik dan bahwa kontribusi semua anggota kelompok sangat bernilai.
Asma (2007)
menyatakan bahwa dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif terdapat lima
prinsip yang dianut, yaitu: 1) prinsip belajar siswa aktif, 2) belajar kerjasama,
3) pembelajaran partisipatorik, 4) mengajar reaktif, 5) pembelajaran yang
menyenangkan.
Berdasarkan
penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa prinsip dari pembelajaran
kooperatif yaitu penghargaan kelompok, tanggung jawab individual, kesempatan
yang sama untuk sukses, prinsip
belajar siswa aktif, belajar kerjasama,
pembelajaran partisipatorik, mengajar
reaktif, dan pembelajaran yang menyenangkan.
3.
Model Pembelajaran Word Square
a.
Pengertian Model
Pembelajaran Word
Square
Word Square terdiri
dari 2 kata yaitu
word dan
square.
Word berarti kata sedangkan square
adalah lapangan persegi. Jadi Word Square adalah lapangan kata. Menurut Wijana dalam Arbie, dkk (2013: 4) mengemukakan
bahwa “Word Square adalah
salah satu model-model pembelajaran melalui sebuah permainan “belajar sambil
bermain” yang ditekankan adalah belajarnya”.
Belajar dan bermain memiliki persamaan yang sama yaitu terjadi perubahan yang
dapat mengubah tingkah laku, sikap dan pengalaman, sebaliknya keduanya terdapat
perbedaan pada tujuannya, kegiatan belajar mempunyai tujuan yang terletak pada
masa depan. Sedangkan kegiatan bermain tujuan kesenangan dan kepuasannya
diwaktu kegiatan permainan itu berlangsung.
Kurniasih dan
Berlin (2015: 97) mengemukakan bahwa:
Model pembelajaran Word
Square adalah model pengembangan dari metode ceramah yang diperkaya dan
berorientasi kepada keaktifan siswa dalam pembelajaran. Model ini juga model
yang memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokkan
jawaban pada kotak-kotak jawaban.
Putri
(2013) mengartikan model Word Square merupakan model pembelajaran yang
memadukan kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokan
jawaban pada kotak-kotak jawaban seperti mengisi teka-teki silang tetapi
bedanya sudah terdapat jawaban yang disamarkan biasanya berupa huruf-huruf yang
diletakkan secara acak dan berfungsi sebagai pengecoh yang disebut permainan puzzle huruf.
Menurut Kurniasih
dan Berlin (2015), tujuan huruf atau angka pengecoh yang terdapat pada Word Square bukan untuk mempersulit
siswa namun untuk melatih sikap teliti dan keritis. Metode ini secara teknis
adalah kegiatan belajar mengajar dengan cara guru membagikan lembar kegiatan
atau lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap
materi pelajaran yang telah diajarkan. Adapun instrumen utama metode ini adalah
lembar kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat yang perlu dicari
jawabannya pada susunan huruf acak pada kolom yang telah disediakan.
Berdasarkan
penjelasan tentang model pembelajaran Word
Square maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Word Square adalah suatu pengembangan dari metode ceramah namun
untuk mengetahui pemahaman siswa tentang materi yang telah disampaikan maka
diberikan lembar kerja yang didalamnya berisi soal dan jawaban yang terdapat
dalam kotak kata.
b.
Langkah-langkah Model Pembelajaran Word Square
Menurut Komara (2014: 52), langkah-langkah dari model
pembelajaran Word Square antara lain:
(1) guru menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi
yang ingin dicapai, (2) guru membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan contoh,
(3) siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan
jawaban, (4) berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Pendapat ini sesuai dengan Kurniasih dan
Berlin (2015: 98) yang mengatakan bahwa secara teknis, langkah-langkah
pelaksanaan model pembelajaran Word
Square adalah sebagai berikut:
(1) Langkah pertama guru menyampaikan materi
sesuai dengan tujuan pembelajaran materi tersebut, (2) kemudian guru membagikan
lembaran kegiatan sesuai arahan yang ada, (3) siswa menjawab soal kemudian
mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban secara vertikal, horizontal maupun
diagonal, (4) berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Word Square adalah pertama, guru menyampaikan materi sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai. Kedua, guru membagikan lembaran kegiatan sesuai
dengan contoh. Ketiga, siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak
sesuai dengan jawaban secara vertikal, horizontal, atau diagonal. Keempat, guru
memberikan poin setiap jawaban dalam kotak.
c.
Kelebihan dan Kekurangan Model Word
Square
Menurut Kurniasih
dan Berlin (2015: 97-98)
mengatakan bahwa beberapa
kelebihan dari model pembelajaran Word
Square yaitu:
1)
Proses pembelajaran dengan model Word Square
mendorong pemahaman siswa terhadap materi pelajaran; 2)
Siswa akan terlatih untuk disiplin; 3) Sebagai
latihan untuk bersikap teliti dan kritis; 4) Merangsang siswa untuk berpikir
efektif.
Sedangkan kekurangan
dari model Word Square yaitu:
1) Dengan materi yang telah dipersiapkan,
akhirnya dapat menumpulkan kreativitas siswa; 2) Siswa tinggal menerima bahan
mentah; 3) Siswa tidak dapat mengembangkan materi yang ada dengan kemampuan
atau potensi yang dimilikinya.
Sementara itu, menurut Wijana (2011)
kelebihan model pembelajaran Word Square antara
lain: 1) baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan dengan pengetahuan
tentang istilah dan definisi, 2) mudah diskor tanpa terikutserta pendapat
pemeriksa, sedangkan kelemahannya yaitu terlalu mengandalkan pada pengujian
aspek ingatan.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat
disimpulkan bahwa kelebihan dari model pembelajaran Word Square yaitu: 1) mendorong
pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, 2) siswa
akan terlatih untuk disiplin, 3) siswa dapat bersikap teliti dan kritis, 4) siswa
dapat berpikir efektif, 5) baik untuk menguji hasil belajar yang berhubungan
dengan pengetahuan tentang istilah dan definisi, serta 6) mudah diskor tanpa
terikutserta pendapat pemeriksa. Sedangkan kekurangannya ialah 1) dapat
menumpulkan kreativitas siswa, 2) siswa tinggal menerima bahan mentah, 3) Siswa
tidak dapat mengembangkan materi yang ada, 4) terlalu mengandalkan pada
pengujian aspek ingatan.
4.
Pembelajaran IPS
a.
Pengertian IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)
merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan mulai dari SD sampai
perguruan tinggi. IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep dan
generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Menurut Trianto (2013: 171) “Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari
berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi,
ekonomi, politik, hukum, dan budaya”. Sementara itu, Nasution dalam Yaba dan
Nonci (2008: 4) mengatakan bahwa:
IPS adalah suatu program pendidikan yang merupakan suatu
keseluruhan, yang pada pokoknya mempersoalkan manusia dalam lingkungan alam
fisik, maupun dalam lingkungan sosialnya yang bahannya diambil dari berbagai
ilmu-ilmu sosial seperti: geografi, sejarah, ekonomi, antropologi, sosiologi,
politik dan psikologi sosial.
Ischak (Supandi, 2012: 3-4) mengungkapkan
bahwa “IPS adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah, menganalisis,
gejala dan masalah sosial dimasyarakat dengan meninjau dari berbagai aspek
kehidupan atau satu perpaduan”.
Menurut Trianto
(2013: 171), “IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah
yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi,
sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi
sosial”.
Jadi dapat disimpulkan bahwa IPS adalah
suatu disiplin ilmu sosial ataupun integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial seperti:
sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, dan antropologi yang mempelajari
masalah-masalah sosial.
b.
Tujuan Pembelajaran IPS
Ada 3 tujuan utama
pembelajaran IPS menurut Fenton (Yaba dan Nonci, 2008: 11) yaitu “(a)
mempersiapkan anak didik menjadi warga negara yang baik, (b) mengajar anak
didik berkemampuan berpikir dan (c) agar anak dapat melanjutkan kebudayaan
bangsanya”. Menurut Clark dalam Yaba dan Nonci (2008: 11) mengemukakan bahwa:
Titik berat studi sosial adalah perkembangan
individu yang dapat memahami lingkungan sosialnya, serta manusia dengan
kegiatan interaksi antar mereka, dan anak didik diinginkan agar dapat menjadi
anggota yang produktif dan dapat memberikan andilnya dalam masyarakat.
IPS di
Indonesia merupakan wahana pencapaian tujuan pendidikan nasional. Bagi bangsa
Indonesia, karakteristik warganegara yang baik tentu saja harus mengacu kepada
dasar negara yaitu Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Menurut Yaba dan Nonci (2008: 12), secara khusus
tujuan pengajaran IPS di sekolah dapat dikelompokkan menjadi empat komponen
seperti berikut:
1) Memberikan
kepada siswa pengetahuan tentang pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan masa datang; 2) Menolong siswa untuk
mengembangkan keterampilan (skill)
untuk mencari dan mengolah informasi; 3) Menolong siswa untuk mengembangkan
nilai/sikap (values) demokrasi dalam
kehidupan bermasyarakat; 4) Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil
bagian/berperan serta dalam kehidupan sosial.
Sementara itu, Trianto (2013:
176) mengatakan bahwa:
Tujuan utama Ilmu Pengetahuan Sosial ialah untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat,
memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang
terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik
yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat.
Tujuan tersebut dapat dicapai
manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik.
Berdasarkan pendapat diatas
maka dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPS ialah untuk menyiapkan
siswa menjadi warga negara yang baik dalam kehidupan bermasyarakat.
c.
Ruang
Lingkup Ilmu Pengetahuan Sosial
Pada ruang lingkup mata
pelajaran IPS SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1)
Manusia,
tempat, dan lingkungan.
2)
Waktu,
keberlanjutan, dan perubahan.
3)
Sistem
sosial dan budaya.
4)
Perilaku
ekonomi dan kesehjahteraan.
5.
Hasil Belajar
a.
Pengertian Hasil Belajar
Kata belajar dapat
diartikan bermacam-macam oleh karena itu penafsiran tentang belajar tergantung
daya nalar orang yang mendeskripsikan. Daryanto (2013: 206) menyatakan bahwa “belajar merupakan
suatu proses, yaitu kegiatan yang berkesinambungan yang dimulai sejak lahir dan
terus berlangsung seumur hidup”. Sementara itu, Slameto (2003: 2) mengatakan
bahwa “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya”.
Hamalik (2015: 30) mengatakan bahwa:
Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah
terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari tidak tahu
menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku memiliki
unsur subjektif dan unsur motoris. Unsur subjektif adalah unsur rohaniah
sedangkan unsur motoris adalah unsur jasmaniah. Bahwa seseorang sedang berpikir
dapat dilihat dari raut mukanya,
sikapnya dalam rohaniahnya tidak bisa kita lihat.
Menurut Bloom dalam
Daryanto (2013) mengemukakan tiga ranah hasil belajar, yaitu: kognitif, afektif
dan psikomotor. Untuk aspek kognitif, Bloom menyebutkan enam tingkatan, yaitu:
pengetahuan, pemahaman, pengertian, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya proses
belajar ditandai dengan perubahan tingkah laku secara keseluruhan, baik yang
menyangkut segi kognitif, afektif maupun psikomotor. Proses perubahan dapat
terjadi dari yang paling sederhana sampai pada yang paling kompleks yang
bersifat pemecahan masalah, dan pentingnya peranan kepribadian dalam proses
serta hasil belajar.
Hasil belajar dapat dilihat
pada proses maupun hasil pembelajaran. Tingkah laku sebagai hasil belajar juga
tidak terlepas dari proses pembelajaran di kelas dan berbagai bentuk interaksi
belajar lainnya di lingkungan sekolah. Dengan demikian proses pembelajaran yang
ditempuh oleh dan siswa harus mendapat perhatian dan penilaian.
Berdasarkan
definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa hasil belajar adalah
prestasi belajar yang dicapai siswa dalam proses kegiatan belajar mengajar
dengan membawa suatu perubahan dan pembentukan tingkah laku yang positif sebagai hasil dari pengalaman seseorang.
b.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil
Belajar
Menurut Ula (2013) faktor-faktor yang memengaruhi
proses dan hasil belajar anak dapat digolongkan menjadi dua
kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern adalah faktor yang ada dalam individu yang sedang belajar. Sementara
faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Diantara beberapa
faktor intern yang memengaruhi proses dan hasil belajar yaitu: a) faktor
fisiologis yang terdiri dari kondisi fisiologis dan kondisi pancaindra, b)
faktor psikologis terdiri dari minat, bakat, inteligensi, motivasi, kemampuan kognitif,
kesiapan dan kematangan, serta perhatian. Beberapa faktor ekstern yang juga
memengaruhi proses dan hasil belajar yaitu: a) faktor lingkungan yang terdiri
dari lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya, b) faktor instrumental
terdiri dari kurikulum, program, sarana dan fasilitas, serta guru.
Jadi dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi
hasil
belajar ada dua
kategori, yaitu faktor intern dan faktor ekstern. Faktor
intern ialah faktor yang berasal dari dalam diri invidu yang belajar, sedangkan
faktor ekstern ialah faktor yang berasal dari luar.
B. Kerangka Pikir
Kerangka
pikir peneliti dibangun dari kurangnya
hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS). Terdapat beberapa aspek yang menyebabkan
permasalahan, yaitu aspek guru dan aspek siswa. Untuk mengatasi masalah
tersebut diterapkan model Word
Square. Setelah mengikuti pembelajaran dengan
mengikuti langkah-langkah model
pembelajaran Word Square, diharapkan dapat memperbaiki dan meningkatkan aktivitas pembelajaran
IPS di kelas IV yang melibatkan siswa dan guru. Selanjutnya, jika prosesnya
baik maka hasilnya pun diharapkan baik, dengan aktivitas pembelajaran yang
meningkat diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Alur kegiatan penelitian dapat
dibuat dalam satu bagan kerangka
pikir penelitian, sebagai berikut:


Gambar
1. Kerangka Pikir Penerapan Model Pembelajaran Word Square
C. Hipotesis Tindakan
Hipotesis penelitian ini adalah: Jika model pembelajaran
kooperatif tipe Word
Square diterapkan dalam pembelajaran IPS, maka hasil belajar siswa kelas
IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kota Makassar meningkat.
III. METODE PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
1.
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif untuk mendeskripsikan nilai/skor dan kualitas aktivitas
guru maupun siswa selama proses pembelajaran berlangsung, serta mendeskripsikan
nilai/skor dan kualitas hasil belajar IPS siswa. Tujuan dari pendekatan kualitatif ialah menguji atau
memahami dan menemukan atau mengembangkan pengetahuan yang diperoleh khususnya
dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas
IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan
Mamajang Kota Makassar.
2.
Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yaitu suatu
pengamatan yang menerapkan tindakan di dalam kelas dengan menggunakan aturan
sesuai dengan metodologi penelitian yang dilakukan dalam beberapa periode atau
siklus.
B.
Fokus Penelitian
Yang menjadi fokus pada
penelitian ini adalah:
1.
Penerapan Model Pembelajaran Word Square
Fokus pada
aspek proses belajar mengajar, yaitu aktivitas pembelajaran IPS di kelas.
Dimana peneliti mengamati dan menilai aktivitas siswa selama mengikuti proses
belajar mengajar dengan menerapkan langkah-langkah model Word
Square untuk
melibatkan siswa dalam pembelajaran dan kejelian siswa dalam menjawab
pertanyaan.
2.
Hasil Belajar
Hasil belajar
merupakan kemampuan yang dicapai siswa setelah melakukan kegiatan belajar dan
hasil belajar tersebut merupakan kecakapan nyata yang dapat diukur langsung. Fokus pada aspek hasil belajar IPS siswa yaitu dengan melakukan
penilaian terhadap tes hasil belajar IPS pada setiap siklus penelitian.
C.
Setting Penelitian dan Subjek Penelitian
1.
Setting Penelitian
Penelitian ini
dilaksanakan di SDN Kompleks Sambung
Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar. Pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada semester genap
tahun pelajaran 2015/2016. Alasan peneliti
memilih SDN Kompleks
Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar, yang pertama yaitu karena di
sekolah ini belum pernah dilakukan penelitian dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
Kemudian yang kedua karena hasil belajar IPS siswa yang masih kurang dan
perlu ditingkatkan.
2.
Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah guru wali kelas dan siswa
kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar
dengan jumlah siswa 33
orang yang terdiri atas 12
orang putra dan 21
orang putri.
D.
Desain Penelitian
Penelitian ini
menggunakan rencana penelitian tindakan kelas (Action Research Classroom) dengan
menggunakan model tindakan menurut Arikunto (2008: 16) yang mengemukakan empat
tahapan dalam melakukan penelitian tindakan kelas yaitu: “perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi”. Adapun skema dari model penelitian ini
digambarkan dalam bagan berikut:


![]() |
|||
|
|||
Bagan 1. Skema Desain Penelitian Tindakan Kelas
(Arikunto, 2008: 16)
Penjelasan dari skema di atas, yaitu sebagai berikut:
1.
Tahap Perencanaan
Adapun kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan
ini adalah:
a.
Menyiapkan
perangkat Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) IPS kelas IV
pada semester yang sedang berlangsung.
b.
Melakukan diskusi
dengan guru kelas IV untuk mendapatkan gambaran
bagaimana pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS.
c.
Membuat lembar observasi
guru untuk melihat
bagaimana suasana belajar mengajar di kelas ketika
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dilaksanakan.
d.
Membuat soal-soal untuk pemberian tugas dan tes pada akhir siklus.
2.
Tahap Pelaksanaan
Peneliti melaksanakan
langkah-langkah kegiatan belajar mengajar sesuai dengan rencana pembelajaran
yang sudah disiapkan. Dalam
penyajian materi ini peneliti melaksanakan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a.
Guru menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai.
b.
Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan contoh.
c.
Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak
sesuai dengan jawaban.
d.
Berikan poin setiap jawaban dalam kotak.
3.
Tahap Observasi
Untuk melihat penampilan
guru dan pengaruhnya terhadap aktivitas siswa selama proses belajar mengajar,
maka peneliti mengamati dengan lembar observasi yang sudah disiapkan. Kegiatan
yang dilakukan antara lain:
a.
Mengamati dan menilai aktivitas siswa melalui lembar observasi.
b.
Mengamati dan menilai aktivitas guru melalui lembar observasi.
4.
Tahap Refleksi
Pada akhir siklus diadakan refleksi terhadap hal-hal yang
diperoleh, baik dari hasil observasi maupun catatan guru. Guru dan peneliti berdiskusi untuk melihat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi
setelah proses belajar mengajar dalam selang waktu tertentu.
Kekurangan-kekurangan yang terjadi pada siklus yang
telah dilaksanakan sebagai hasil refleksi, kemudian diberikan
masukan untuk membuat rencana yang telah direvisi demi penyempurnaan tindakan
pada siklus selanjutnya.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan
peneliti untuk mengumpulkan data adalah:
1.
Observasi
Observasi dilakukan sebelum pelaksanaan kegiatan, dimana
dalam proses ini peneliti mengevaluasi aspek yang menyangkut kualitas belajar
IPS dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
2.
Tes
Tes dilakukan untuk mengumpulkan
informasi tentang hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS. Tes dilaksanakan
pada awal penelitian, pada akhir setiap tindakan, dan pada akhir penelitian
dengan tujuan untuk mengukur ketuntasan belajar siswa setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi yang
dilakukan memuat tentang data-data yang diambil di sekolah tersebut berupa
bukti-bukti fisik yang dibutuhkan selama penelitian seperti nilai-nilai hasil
tes serta gambar-gambar kegiatan selama melakukan penelitian di kelas.
F. Teknik Analisis Data dan Indikator Keberhasilan
1.
Teknik
Analisis Data
Analisis data dilakukan
dengan cara mengelompokkan data aspek guru dan aspek siswa. Teknik yang digunakan
adalah teknik
analisis data deskriptif
kualitatif yang
diperoleh dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar
yang dicapai siswa. Untuk mengetahui tingkat keberhasilan atau presentase
keberhasilan siswa setelah proses pembelajaran, maka setiap siklus dilakukan
evaluasi berupa tes unjuk kerja yang dilakukan disetiap akhir siklus. Teknik
deskriptif kualitatif akan menganalisis hasil observasi, baik yang terkait
dengan penerapan model pembelajaran Word
Square dan yang terkait dengan peningkatan hasil belajar IPS.
Analisis tersebut
dihitung menggunakan statistik sederhana dengan rumus sebagai berikut
(Mappasoro, 2013):
a.
Untuk menilai tes unjuk kerja siswa digunakan rumus:
Nilai =
x
100

b.
Untuk menghitung nilai rata-rata siswa:



Keterangan :


𝜮X = Jumlah semua nilai siswa
𝜮N = Jumlah siswa
c.
Untuk menghitung persentase ketuntasan belajar siswa:
P =
x
100%

2.
Indikator Keberhasilan
Indikator keberhasilan dalam penelitian
tindakan ini meliputi indikator proses dan indikator
hasil.
a.
Indikator proses yaitu dari segi proses dilihat dari tingkat keberhasilan
guru dan siswa dalam menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square sesuai dengan
langkah-langkahnya dan mengalami peningkatan berdasarkan lembar observasi guru
dan siswa.
Tabel 1. Tabel Keberhasilan Proses
No.
|
Aktivitas (%)
|
Kategori
|
1
|
80%-100%
|
B (Baik)
|
2
|
65%-79%
|
C (Cukup)
|
3
|
< 65%
|
K (Kurang)
|
Sumber: Kunandar (2013: 89)
b.
Indikator hasil yaitu apabila terjadi peningkatan hasil belajar IPS siswa
setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dan terdapat 70% siswa yang memperoleh nilai ≥70 maka
kegiatan belajar mengajar dikatakan berhasil dan
kegiatan pembelajaran dihentikan. Tetapi apabila siswa penguasaan materinya
< 70% dan nilainya < 70 dari seluruh siswa yang mengikuti kegiatan
pembelajaran maka kegiatan pembelajaran dikatakan gagal dan harus dilanjutkan
pada siklus berikut.
Selanjutnya data ditingkatkan
dengan menggunakan rentang taraf keberhasilan seperti dalam tabel berikut ini.
Tabel 2.
Indikator Keberhasilan Hasil Belajar
No.
|
Taraf Keberhasilan
|
Kualifikasi
|
1
|
85 % - 100 %
|
Sangat baik (SB)
|
2
|
70 % - 84 %
|
Baik (B)
|
3
|
55 % - 69 %
|
Cukup (C)
|
4
|
46 % - 54 %
|
Kurang (K)
|
5
|
0 % - 45 %
|
Sangat kurang
(SK)
|
Sumber: Laporan Penilaian Hasil Belajar SDN Kompleks
Sambung Jawa
G. Jadwal Penelitian
No
|
Jenis
Kegiatan
|
Waktu Efektif Pelaksanaan Tindakan
Kelas
|
|||||||||||||||
Bulan I
|
Bulan II
|
Bulan III
|
Bulan IV
|
||||||||||||||
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
1
|
2
|
3
|
4
|
||
A.
|
Persiapan Umum
|
||||||||||||||||
1.
Observasi di SD
|
|||||||||||||||||
2.
Penyusunan proposal
|
|||||||||||||||||
3.Pengembangan instrument
|
|||||||||||||||||
4.Pelaksanaan
seminar Proposal
|
|||||||||||||||||
5.
Perizinan
|
|||||||||||||||||
6.
Pertemuan dengan pihak sekolah
|
|||||||||||||||||
B.
|
Pelaksanaan PTK
|
||||||||||||||||
1.
Pelaksanaan siklus I
|
|||||||||||||||||
2.
Penyusunan draft Laporan siklus I
|
|||||||||||||||||
3.
Pelaksanaan siklus II
|
|||||||||||||||||
4.
Penyusunan draft Laporan siklus II
|
|||||||||||||||||
5.
Penyempurnaan akhir laporan
|
DAFTAR PUSTAKA
Arbie, Jein Asriyanti, dkk. 2013. Penerapan
Model Pembelajaran Kooperatif Word
Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Hidrokarbon Siswa Kelas X SMA Tridharma
Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Matematika dan IPA. 1 (1), 4.
kim.ung.ac.id/index.php/KIMFMIPA/issue/view/86 (diakses tanggal 12 Januari
2016)
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2007, Metode Pembelajaran Kooperatif. Jakarta:
Depdiknas dan Dirjen Dikti.
Daryanto. 2013. Inovasi
Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Faturrahman, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya.
Hamalik, Oemar. 2015. Proses
Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Isjoni. 2012. Cooperative
Learning. Bandung: Alfabeta.
Komara, Endang. 2014. Belajar dan
Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali
Pers.
Kurniasih, Imas
dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan
Model Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Kata
Pena.
Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning:Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.
Mappasoro. 2013. Strategi Pembelajaran. Makassar:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.
Putri, S.Y. 2013.
Peningkatan
Motivasi Belajar dalam Pembelajaran IPA dengan Menerapkan Model Word Square
pada Siswa Kelas V SD Negeri II Sempukerep Sidoharjo Wonogiri Tahun Ajaran
2012/2013. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran:
Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers
Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Supandi,
Gusmitawati. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word Square untuk Meningkatkan Hasil
Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. 3-4. Ejournal.unpak.ac.id/mahasiswa.php
(diakses tanggal 10 Januari 2016)
Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2009. Mendesain
Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: PT. Fajar Interpratama
Mandiri.
---------. 2013. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ula, S. Shoimatul. 2013. Revolusi
Belajar: Optimalisasi Kecerdasan Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan
Majemuk. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. 2015. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Wijana, Eka. Penerapan
Model Belajar Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada
Pembelajaran Matematika. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Yaba dan Djohara Nonci. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Makassar: PGSD UUP Tidung FIP UNM.
0 komentar:
Posting Komentar