TUGAS!
Mengapa dalam pendidikan terdapat aspek sosiologis dan mengapa guru dan calon guru harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi?
Jawaban:
Dalam pendidikan terdapat aspek-aspek sosiologis sebab situasi pendidikan adalah situasi hubungan dan pergaulan sosial. Hubungan dan pergaulan sosial yang ada dalam pendidikan (sekolah) antara lain terjadi antara pendidik dengan pendidik, pendidik dan anak didik, anak didik dengan anak didik, pendidik dengan pegawai, pegawai dengan pegawai, anak didik dengan pegawai.
Guru dan calon guru perlu memahami hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi karena hal ini disebabkan antara lain:
Bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif. Perubahan yang cepat menimbulkan adanya cultural lag (ketinggalan kebudayaan akibat adanya hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan paham sesuatu yang menimbulkan masalah-masalah sosial di masyarakat. Masalah yang timbul tidak dapat diatasi oleh lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu para ahli sosiologi diharapkan dapat mengembangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
Guru selain sebagai administrator, informatory dan pemimpin, maka harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan pendapatnya dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dan pengembangan kepribadiannya. Kebebasan guru juga dibatasi oleh atasannya (kepala sekolah, pemilik, kepala Dinas sanksi menteri), keseluruhannya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah dipengaruhi berbagai faktor antara lain menyangkut usaha murid, guru, orang tua, interaksi antara murid dengan murid serta lingkungan sosialnya baik yang dihadapi di dalam maupun di luar sekolah.
Apa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai sarana pembudayaan?
Jawaban:
Pendidikan merupakan sarana untuk membudayakan anak. Hal ini tercermin dari fungsi sekolah adalah mentransformasikan nilai budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Lebih lanjut hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan hubungan transformatif. Artinya sekolah memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di masyarakat kepada anak didik dengan berbagai perubahan-perubahan sebagai hasil perbaikan dari kekurangan yang ada.
Dalam arti positif pendidikan dapat dipandang sebagai kegiatan inovasi (Sunaryo dan Nyoman Dantes, 1996/1997:40). Dari uraian tersebut di atas dimaksudkan melalui pendidikan di sekolah, pendidikan dalam rumah tangga maupun pendidikan di luar sekolah dapat dipakai sebagai sarana untuk pembentukan kebudayaan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk pembudayaan.
Bagaimanakah peranan sekolah dalam mentransformasi kebudayaan pada generasi muda?
Jawaban:
Pendidikan sebagai transformasi budaya di artikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok di teruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain. Yang kurang cocok di perbaiki, dan yang tidak cocok di ganti. Contohnya budaya korup dan menyimpang adalah sasaran bidik dari pendidikan transformatif.
Peranan sekolah dalam transformasi kebudayaan dengan proses sosialisasi atau enkulturasi (proses pembudayaan). Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat di terima oleh kelompoknya. Sosialisasi berfungsi untuk: memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu, menambah kemampuan berkomunikasi, mengembnagkan kemampuan menulis, membaca dan bercerita, membantu pengendalian fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri, membiasakan individu dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Enkulturasi merupakan proses belajar menyusuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat, sistem norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan kemudian dalam lingkungan yang makin lama makin meluas. Proses enkulturasi selalu berlangsung secara dinamis. Wahana terbaik dan paling efektif untuk mengembangkan ketiga proses sosial budaya tersebut adalah pendidikan, yang terlembaga melalui sistem persekolahan. Sekolah merupakan wahana strategis yang memungkinkan setiap anak didik, dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, untuk saling berinteraksi di antara sesama, saling menyerap nilai-nilai budaya yang berlainan, dan beradaptasi sosial. Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi tiang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Untuk membangun manusia melalui budaya maka nilai-nilai budaya itu harus menjadi satu dengan dirinya, untuk itu di perlukan waktu panjang untuk transformasi budaya.
Proses transformasi budaya dapat di lakukan dengan cara mengenalkan budaya, memasukan aspek budaya dalam proses pembelajaran. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya seluruh proses pendidika berjiwakan kebudayaan nasional saja, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus di perkenalkan dalam proses pendidikan.
Apa yang dimaksud dengan peranan sekolah sebagai:
Pewaris
Pemelihara kebudayaan
Pembaru kebudayaan
Jawaban :
Peranan Sekolah sebagai Pewaris
Kebudayaan yaitu hasil cipta, karsa dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang dipelajari dan dimiliki semua anggota masyarakat tertentu dan dijunjung tinggi. Hasil cipta, karsa dan karya manusia yang memiliki nilai dan dijunjung tinggi tidak dengan sendirinya dimiliki oleh anak didik tanpadiajarkan (ditransmisikan) kepada anak atau dipelajari oleh anak tersebut.
Peranan Sekolah sebagai Pemelihara Kebudayaan
Nilai-nilai budaya yang tinggi dan pantas untuk dilestarikan, maka sekolah perlu memelihara, sedangkan budaya yang tidak perlu seperti egosentris (mementingkan diri sendiri) lambat laun harus dikurangi.
Peranan Sekolah sebagai Pembaru Kebudayaan
Selain peranan sekolah sebagai pemelihara dan pewaris nilai-nilai budaya, juga sebagai pembaru (inovatif). Budaya yang sudah tidak sesuai dengan keinginan atau kehendak masyarakat dihilangkan, sedangkan yang sesuai dengan kehendak masyarakat dijaga dan dikembangkan, sehingga timbul budaya-budaya baru di kemudian hari.
Ada dua syarat terjadinya interaksi sosial. Jelaskan!
Jawaban:
Syarat terjadinya interaksi sosial:
Adanya Kontak Sosial (Social Contact)
Syarat terjadi interaksi sosial yang pertama adalah adanya kontak sosial. Kontak sosial merupakan hubungan sosial yang terjadi baik secara fisik maupun non fisik. Kontak sosial yang terjadi secara fisik yaitu bertemunya individu secara langsung, sedangkan kontak sosial yang terjadi secara non fisik yaitu pada percakapan yang dilakukan tanpa bertemu langsung, misalnya berhubungan melalui media elektronik seperti telepon, radio dan lain sebagainya.
Dalam interaksi sosial, Kontak sosial juga dapat bersifat positif atau negatif. Dalam hal ini, Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Contohnya jika pedagang sayur menawarkan sayurnya pada nyonya rumah dan diterima dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya proses jual-beli, maka kontak sosial tersebut bersifat positif. Lain halnya jika nyonya rumah hanya menggerutu sewaktu ditawarkan yang kemungkinan besar tidak akan terjadi jual beli, maka kontak tersebut bersifat negatif karena dapat menyebabkan tidak berlangsungnya suatu interaksi sosial.
Dalam Interaksi Sosial, Kontak sosial dapat pula bersifat primer dan sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapam muka, misalnya apabila orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum. Sebaliknya kontak sosial yang sekunder memerlukan suatu perantara, misalnya A berkata kepada B, bahwa C sangat menyukai si A. Walaupun B tidak bertemu dengan si C, akan tetapi mendengar komentar yang dikeluarkan si A mengenai pendapat si C, secara tidak langsung mereka bertiga telah melakukan interaksi sosial.
Adanya Komunikasi
Syarat terjadinya interaksi sosial yang kedua adalah adanya komunikasi. Komunikasi adalah memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak tubuh maupun sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Individu yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh individu lain tersebut. Jadi komunikasi merupakan suatu proses dimana satu sama lainnya saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing, tanpa mengerti maksud atau perasaan satu sama lainnya tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi.
Dalam interaksi sosial, suatu kontak sosial dapat terjadi tanpa komunikasi. Misalnya pada orang Indonesia bertemu dan berjabat tangan dengan orang Argentina, lalu dia bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia dengan orang Argentina tersebut padahal yang terjadi orang Argentina tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Dalam hal in kontak sosial sebagai syarat terjadinya interaksi sosial yang utama telah terjadi, namun komunikasi sebagai syarat terjadinya interaksi sosial yang kedua tidak terjadi karena kedua orang itu tidak mengerti perasaan masing-masing. Apabila dihubungkan dengan interaksi sosial, maka dapat dikatakan bahwa kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti apapun.
Dari kedua syarat terjadinya interaksi sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadinya interaksi sosial harus adanya kontak sosial dan komunikasi. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka tidak dapat dikatakan sebagai interaksi sosial. Adanya kontak sosial yang terjadi tanpa adanya saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing, maka bukan merupakan proses interaksi sosial. Jadi disini interaksi sosial merupakan kontak sosial yang terjadi, dimana saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing.
Hal-hal apa sajakah yang harus diperhatikan agar pendidikan menjadi pusat kebudayaan?
Jawaban:
Agar pendidikan menjadi pusat kebudayaan:
Peningkatan mutu pendidikan
Agar peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai secara optimal maka perlu diperhatikan antara lain :
Tujuan. Tujuan pendidikan harus dirumuskan secara jelas baik tujuan institusional, tujuan kurikulum, tujuan institusional maupun tujuan instruksional. Semua tujuan harus dirumuskan secara jelas, tepat dan berdasarkan kompetensi.
Materi pelajaran. Materi pelajaran yang berbentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan kompetensi, isi materi pelajaran harus disusun sedemikian rupa untuk menemukan sesuatu. Organisasi materi harus dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk menganalisis, menyimpulkan, berbuat sesuatu dan mengerjakan sesuatu.
Metode pengajaran harus bervariasi, dapat meningkatkan siswa untuk berdiskusi, berlatih, berpikir ilmiah, dapat menemukan sesuatu sendiri, belajar bekerja sama.
Kemampuan yang telah dimiliki siswa (entry behavior) diperhatikan. Metode dan materi pengajaran disesuaikan kemampuan siswa.
Fasilitas dan perlengkapan yang memadai sehingga dapat mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang optimal.
Menciptakan Masyarakat Belajar
Pendidikan hendaknya dapat menciptakan siswa agar ada upaya untuk selalu ingin tahu dan juga agar tercipta keinginan belajar sepanjang hayat.
Sekolah dapat menjadi teladan dari masyarakat
Jika sekolah dapat menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya, maka sekolah dapat menjadi pusat kebudayaan.
Membentuk manusia Indonesia seutuhnya
Menurut UU No. 2 tahun 1989 bab II pasal 4 ciri-ciri seutuhnya adalah : (1) manusia yang beriman, (2) memiliki pengetahuan dan ketrampilan, (3) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (4) kepribadian yang mantap dan mandiri, (5) serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Parsono dkk, 1990:4.7).
Mengapa pendidikan dikatakan sebagai bagian integral dari kebudayaan?
Jawaban:
Berkaitan dengan pendidikan bahwa kebudayaan sebagai suatu pola dan hasil tingkah laku yang dipelajari oleh semua anggota masyarakat tertentu. Sebagai suatu hasil kebudayaan juga ditransmisikan dari generasi tua kepada generasi muda. Selain kebudayaan yang ada, ditransmisikan melalui pendidikan tetapi juga ada perubahan-perubahan sesuai dengan kondisi baru, sehingga terbentuklah pola tingkah laku baru, nilai-nilai dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat (Wardani, 1999:4.5).
Menurut uraian di atas dapat ditafsirkan bahwa dengan pendidikan kebudayaan dapat diwariskan dan dengan pendidikan kebudayaan dapat diperbarui sesuai dengan kemajuan dan tuntutan masyarakat.
Lebih lanjut secara jelas disebutkan bahwa pendidikan itu merupakan bagian dari kebudayaan (Wardani, 1999:4.2). Pendidikan itu merupakan bagian integral dari kebudayaan (Wardani, 1999:4.9).
Menurut UU Nomor 4 tahun 1950 juncto nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan pengajaran di sekolah pada bab III pasal 4 dari pendidikan dan pengajaran adalah asas-asas yang termaktub dalam Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Demikian juga menurut UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasiladan UUD 1945. Dari uraian di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa pendidikan nasional Indonesia berkaitan erat dengan kebudayaan Indonesia sebab pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan Indonesia.
Jelaskan pengertian dari:
Sosiologi pendidikan
Individu dan masyarakat
Kebudayaan
Sistem sosial
Jawaban:
Sosiologi pendidikan adalah aspek-aspek sosiologi yang diterapkan pada masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
Sosiologi pendidikan merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari permasalahan-permasalahan pendidikan dan berusaha untuk mencari pemecahannya berdasarkan pendekatan sosiologis.
Individu dan masyarakat
Individu berasal dari kata individium (latin), yaitu satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Individu menurut konsep sosiologi, artinya manusia yang hidup berdiri sendiri, tidak mempunyai kawan (sendiri). Individu sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, di dalam dirinya selalu dilengkapi dengan kelengkapan hidup meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyaraka” yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang sebelumnya berasal dari kata lain “socius” berarti “kawan” (koentjoroningrat,1980). Pendapat sejenis juga terapat dalam buku “Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial” karangan Abdul Syani (1987), dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapat kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).
Kebudayaan
Kebudayaan dapat ditafsirkan sebagai hasil cipta rasa dan karya manusia yang dijunjung tinggi.
Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan.
Mengapa sekolah dikatakan sebagai sistem sosial?
Jawab:
Sekolah diartikan sebagai sebuah organisasi, yaitu organiasi sosial yang mempunyai struktur tertentu yang melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan. Proses belajar berjalan dalam sebuah lokasi dan diselenggarakan oleh organisasi yang mempunyai struktur dan tujuan tertentu. Penampilan keterpaduan antara ketiga makna tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti jumlah, tingkat usia, serta karakteristik lain yang menandai orang-orang yang terlibat didalamnya serta tujuan,program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan, lama waktu penyelenggaraan,dan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi diantara semuanya itu terdapat persamaan yaitu bahwa setiap lembaga yang dinamakan sekolah berperan mengurusi manusia,bukan mengurusi benda-benda mati.
Sekolah dirancang untuki melaksanakan pembimbingan dalam sebagian perkembangan hidup manusia. Sekolah melanjutkan proses sosialisasi yang telah dilakukan sebelumnya yaitu dalam keluarga dan lingkungan sekitar rumah tangga,dan menyiapkan anak untuk memasuki tahapan hidup selanjutnya. Hal ini yang membedakan sekolah dari organisasi lain yang mengurusi manusia adalah bahwa sekolah menghadapi kliennya dalam bentuk kelompok,bukan sebagai individu seperti yang terjadi dirumah sakit terhadap pasiennya atau di rumah penjara terhadap tahanan-tahanannya. Juga sekolah menetapkan terlebih dahulu penerimaan klien dan pengeluaran mereka,sedangkan rumah sakit dan rumah penjara tidak melakukannya.
Kehidupan merupakan sebuah sistem yang terdiri atas berbagai sub sistem yang pada gilirannya bisa dipandang sebagai suatu system pula. Sub system-sub system itu bukan saja berkaitan satu sama lain melainkan juga saling tergantung. Mereka berbagai fungsi untuk kelangsungan hidup dan eksistensi sistem secara keseluruhan.
Setiap sekolah memiliki komponen-komponen sarana fisik seperti lahan,bangunan (kantor, ruang belajar, jamban, dan lain-lain), kurikulum, dan orang-orang (guru, pimpinan, karyawan non edukatif, dan pelajar). Komponen-komponen tersebut menyumbang dengan fungsi dan perannya untuk keberhasilan lembaga. Sebagai sebuah system, sekolah mempunyai keterkaitan dengan sistem lain yang jumlahnya tidak sedikit. Sistem luar itu meliputi antara lain orang tua siswa, komuniti sekitar sekolah dll. Pola hubungan antara sekolah dengan system lain diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang berarah timbale balik. Input atau timbal balik itu dapat berupa dorongan bagi sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif di dalamnya atau untuk mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan perubahan disebut morfogenis, sedangkan yang mendorong untuk mempertahankan corak struktur dan interaksi yang telah ada dinamakan umpan balik yang bersifat morfostatis.
Tugas Sosiologi Pendidikan
20.51 |
Read User's Comments0
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar
00.29 |
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
Penelitian
Hasil
penelitian yang dilaksanakan di kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa
Kecamatan Mamajang Kota Makassar melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada
siswa yang berjumlah 33 orang, meliputi aktivitas guru dan siswa pada proses
pembelajaran dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua
siklus dimulai pada tanggal 13 April 2016 sampai dengan 14 Mei 2016.
Pelaksanaan setiap siklus mengikuti alur PTK yang terdiri dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, observasi dan refleksi.
Data penelitian berupa nilai hasil
belajar siswa diperoleh dengan melakukan tes hasil belajar pada akhir siklus I dan
II. Data observasi berupa aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru
selama pembelajaran berlangsung, masing-masing
diperoleh dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh
kemudian dihitung nilai frekuensi dan persentasenya sebagai sumber acuan untuk
interprestasi dalam analisis deskriptif. Dalam pelaksanaan tindakan
pembelajaran, peneliti bertindak sebagai observer sedangkan guru bertindak
sebagai pelaksana pembelajaran.
Pelaksanaan setiap siklus dalam penelitian ini diuraikan
sebagai berikut :
1.
Paparan Data Siklus I
Pada bagian ini dipaparkan
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Paparan data tersebut
diperoleh melalui hasil pengamatan pada aktivitas guru dan siswa dalam penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
Tindakan siklus I
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, pertemuan 1 dengan alokasi waktu 2 x 35
menit dan pertemuan 2 dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Berikut
adalah tahap-tahap pelaksanaan siklus I.
a.
Perencanaan Siklus I
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu
merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Kegiatan peneliti
dalam rencana tindakan tersebut adalah; (1) menyamakan persepsi antara kepala
sekolah, peneliti, dan guru kelas IV B SD
Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar tentang bentuk penerapan model
pembelajaran Word Square dalam pembelajaran IPS; (2) menelaah silabus mata pelajaran IPS kelas IV
Sekolah Dasar dan mendiskusikan tentang materi yang akan diajarkan dalam
pelaksanaan tindakan; (3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan
LKS; (4) membuat instrumen observasi aktivitas belajar siswa dan instrumen
observasi aktivitas mengajar guru; dan (5) membuat instrumen tes siklus I.
b.
Pelaksanaan Siklus I
Tindakan siklus I pertemuan
1 dilaksanakan pada hari Jumat, 29 April 2016 pada jam pelajaran ke 3–4 (Pukul 09.30-10.40
WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit atau 70 menit. Pada pertemuan 1 ini
diikuti oleh 30 siswa dari jumlah keseluruhan 33 siswa, 1 siswa tidak hadir
tanpa keterangan dan 2 siswa lainnya tidak hadir karena sakit.
Guru membuka
pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh siswa dengan
antusias. Selanjutnya guru menyampaikan topik pembelajaran yang baru yaitu
mengenai masalah sosial lalu menyampaikan pula tujuan pembelajarannya. Kemudian
guru menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan ini
berlangsung selama 10 menit.
Pada tahap kegiatan
inti, guru menyampaikan materi yaitu pengertian masalah sosial, sebab-sebab
terjadinya masalah sosial, serta aneka macam masalah sosial. Setelah itu guru membagi
siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Kemudian
guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok. Siswa sangat
antusias melihat LKS yang dibagikan. Selanjutnya guru memberikan petunjuk
kepada siswa mengenai cara pengerjaan LKS yaitu dengan cara mengarsir huruf
dalam kotak secara horizontal atau vertikal sesuai dengan jawaban soal yang
ada. Kemudian guru menanyakan kepada siswa apakah telah mengerti mengenai
petunjuk dalam mengerjakan LKS dan siswa pun serentak menjawab bahwa telah
mengerti.
Guru lalu
menempelkan alat peraga berupa kotak Word
Square di papan tulis. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru
mengisntruksikan kepada setiap kelompok memilih perwakilan dari kelompok
masing-masing untuk mempresentasikan jawabannya. Selanjutnya setiap kelompok
mulai dari kelompok satu sampai kelompok tujuh memilih perwakilannya untuk
menjawab dan mempresentasikan jawaban yang telah ditemukan. Masing-masing
perwakilan kelompok menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan pada
papan tulis, setelah itu memberikan
penjelasan mengenai kata yang ditemukan. Guru juga memberikan tambahan
informasi mengenai kata yang telah ditemukan tersebut agar dapat lebih dipahami
oleh siswa. Ada beberapa siswa yang tidak mampu untuk memberi penjelasan
mengenai kata yang telah ditemukan, tetapi guru memberikan kesempatan kepada
teman kelompoknya untuk membantu memberi penjelasan mengenai kata yang
ditemukan.Setelah semua kelompok mempresentasikan jawabannya, guru lalu
memberikan poin pada setiap jawaban dari masing-masing kelompok. Kegiatan ini
berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir
pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan
dan memberikan pesan-pesan agar kembali mengulang pelajarannya di rumah.
Setelah itu ditutup dengan doa dan ucapan salam dari guru. Kegiatan ini
berlangsung selama 10 menit.
Pertemuan 2
dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 April 2016
pada jam pelajaran 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35
menit dan diikuti oleh 33 siswa atau keseluruhan siswa kelas IV B. Rincian
kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan 2 dilaksanakan sesuai
RPP yang telah dibuat dengan tahap pembelajaran yang sama pada pertemuan
sebelumnya.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam. Selanjutnya guru melakukan
apersepsi dengan menanyakan pembelajaran sebelumnya. Beberapa siswa cukup
antusias dalam menjawab pertanyaam-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Setelah
itu guru menyampaikan tujuan pembelajarannya lalu menyampaikan
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan ini berlangsung selama 10
menit.
Pada tahap kegiatan
inti, guru menyampaikan materi yaitu dampak dari masalah sosial. Beberapa
pertanyaan diajukan oleh guru terkait dengan materi pelajaran. Beberapa siswa
cukup antusias ingin menjawab pertanyaan dari guru. Setelah itu guru membagi
siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa
lalu guru menyiapkan LKS dan media berupa alat peraga kotak Word Square. Kemudian guru membagikan LKS
kepada masing-masing kelompok. Selanjutnya guru memberikan petunjuk kepada
siswa mengenai cara pengerjaan LKS yaitu dengan cara mengarsir huruf dalam
kotak secara horizontal atau vertikal sesuai dengan jawaban soal yang ada.
Kemudian guru menanyakan kepada siswa apakah telah mengerti mengenai petunjuk
dalam mengerjakan LKS dan para siswa pun serentak menjawab bahwa mereka telah
mengerti.
Alat peraga yang
telah disiapkan tadi kemudian ditempelkan pada papan tulis. Setelah semua
kelompok selesai mengerjakan LKS, guru mengisntruksikan kepada setiap kelompok
menukar lembar jawaban dari LKS kepada kelompok lain untuk diperiksa lalu guru
menginstruksikan pula untuk memilih perwakilan dari kelompok masing-masing
untuk mempresentasikan jawabannya. Selanjutnya setiap kelompok mulai dari
kelompok satu sampai kelompok tujuh memilih perwakilannya untuk menjawab dan
mempresentasikan jawaban yang telah ditemukan. Masing-masing perwakilan
kelompok menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan pada
papan tulis, setelah itu memberikan penjelasan
mengenai kata yang ditemukan. Guru mengajak semua siswa bertepuk tangan untuk memberikan apresiasi
atau penghargaan kepada siswa yang telah menjelaskan mengenai kata yang
ditemukan. Guru juga memberikan tambahan informasi mengenai kata yang telah
ditemukan tersebut agar dapat lebih dipahami oleh siswa. Setelah semua kelompok
mempresentasikan jawabannya, guru lalu memberikan poin pada setiap jawaban dari
masing-masing kelompok. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir
pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan
dan memberikan pesan-pesan agar kembali mengulang pelajarannya di rumah.
Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.
c.
Observasi Siklus I
Pada saat proses pembelajaran
berlangsung, observer/peneliti melakukan kegiatan pengamatan baik terhadap
siswa maupun guru.
Berikut adalah
temuan data berdasarkan hasil observasi pada siklus I.
1)
Hasil
Observasi Aktivitas Mengajar Guru
Data mengenai
aktivitas mengajar guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Word Square diperoleh melalui penilaian pada lembar observasi yang
terdiri dari 4 aspek yakni menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang
ingin dicapai, membagikan lembaran kegiatan, menginstruksikan siswa untuk menjawab
soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, dan memberikan
poin pada setiap jawaban dalam kotak.
Pada pertemuan 1,
aspek ke-1 yaitu menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai berada pada kategori kurang karena hanya menjelaskan materi pelajaran tetapi tidak bertanya jawab dengan siswa
seputar materi dan tidak memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang
disajikan, sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena menjelaskan
materi pelajaran dan bertanya jawab dengan siswa seputar materi tetapi tidak
memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang disajikan. Pada aspek ke-2
yaitu guru membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan
contoh dikategorikan baik pada pertemuan 1 dan 2 karena guru membentuk
beberapa kelompok yang terdiri atas 4-5 orang, guru menyiapkan bahan atau alat
yang diperlukan, dan guru memberikan tugas
kelompok atau Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok.
Aspek ke-3 yaitu guru menginstruksikan siswa untuk
menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, pada
pertemuan 1 dikategorikan kurang karena guru hanya memberikan petunjuk kepada
siswa dalam pengerjaan LKS tetapi tidak membimbing siswa dalam pengerjaan LKS
dan tidak memperhatikan kerjasama, ketelitian, serta keaktifan siswa dalam
mengerjakan LKS. Sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena guru
memberikan petunjuk kepada siswa dalam pengerjaan LKS dan membimbing siswa
dalam pengerjaan LKS tetapi tidak memperhatikan kerjasama, ketelitian, dan
keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Aspek ke-4 yaitu guru memberikan poin
pada setiap jawaban dalam kotak, pada pertemuan 1 dan 2 dikategorikan cukup
karena guru menginstruksikan setelah mengerjakan LKS, setiap
perwakilan kelompok melakukan presentasi dan guru memberikan penilaian pada
setiap jawaban tetapi tidak menginstruksikan kepada seluruh siswa memperhatikan
presentasi dan menganalisanya. Jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 1 ialah 7 dengan
persentase 58,33% yang berada pada kategori kurang dan jumlah nilai keseluruhan
pada pertemuan 2 ialah 9 dengan persentase 75% yang berada pada kategori cukup.
Berdasarkan
data dari siklus I dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek guru dikategorikan cukup. Untuk lebih jelasnya data hasil
observasi guru dapat dilihat pada lampiran ....
halaman ... dan lampiran .. halaman.....
2)
Hasil
Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Data
mengenai aktivitas mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square diperoleh melalui penilaian
pada lembar observasi yang terdiri dari 4 aspek yakni siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai, siswa menerima lembaran kegiatan sesuai
dengan contoh, siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai
dengan jawaban, dan siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak. Berikut adalah paparan mengenai aktivitas belajar siswa
pada siklus I.
Hasil observasi
aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 aspek ke-1 siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai dikategorikan kurang karena hanya satu
indikator yang dominan dilaksanakan oleh siswa dengan jumlah 28 orang dan 2
orang yang melaksanakan dua indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan kurang
karena hanya didominasi oleh satu indikator dengan jumlah 21 orang dan 12 orang
yang melaksanakan dua indikator. Aspek ke-2 siswa menerima lembaran kegiatan
sesuai dengan contoh pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 27
orang siswa melaksanakan tiga indikator dan 3 orang melaksanakan dua indikator.
Pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena sebanyak 33 orang siswa melaksanakan
tiga indikator.
Aspek ke-3 siswa
menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban pada
pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 15 orang siswa melaksanakan tiga
indikator, 9 orang melaksanakan dua indikator, dan 6 orang melaksanakan satu
indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena sebanyak 25 orang siswa
melaksanakan tiga indikator, 4 orang melaksanakan dua indikator, dan 4 orang
melaksanakan satu indikator. Aspek ke-4 siswa mendapatkan poin setiap jawaban
dalam kotak pada pertemuan 1 dikategorikan cukup karena sebanyak 18 orang siswa
melaksanakan dua indikator, 12 orang melaksanakan tiga indikator. Pada
pertemuan 2 dikategorikan cukup karena sebanyak 20 orang siswa melaksanakan dua
indikator, 1 orang melaksanakan tiga indikator, dan 12 orang melaksanakan satu
indikator. Jumlah keseluruhan skor indikator yang diperoleh pada pertemuan 1
adalah 9, dengan persentase 75%, dengan
kualifikasi cukup. Begitu pula dengan pertemuan 2 memperoleh skor 9 dengan
persentase 75%.
Berdasarkan data
dari siklus I dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS melalui
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek siswa dikategorikan cukup. Untuk lebih
jelasnya data hasil observasi siswa dapat dilihat pada lampiran .... halaman
.... dan lampiran ... halaman ...
3)
Hasil Tes
Siklus I
Setelah pelaksanaan proses pembelajaran siklus I yang
terdiri dari 2 kali pertemuan, maka dilakukan tes hasil belajar. Pemberian tes dilaksanakan
pada hari Sabtu 7 Mei 2016. Adapun hasil
analisis deskriftif terhadap skor perolehan hasil belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini:.
Tabel 4.1. Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SDN Kompleks
Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar pada Siklus I
Uraian
|
Nilai
|
Subjek
|
33
|
Skor Ideal
|
100
|
Rata-Rata
|
68,25
|
Skor Tertinggi
|
100
|
Skor Terendah
|
24
|
Sumber: Data Lampiran ... halaman....
Tabel 4.1 di atas menunjukkan
bahwa uraian hasil belajar melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square dengan
subjek 33 orang siswa, memperoleh skor rata-rata kelas yaitu 68,25, skor
tertinggi 100, skor terendah 24, dengan skor ideal 100. Dapat dilihat pada data
lampiran......... halaman........
Deskripsi
distribusi frekuensi dan persentasi ketuntasan belajar hasil belajar IPS
setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2. Distribusi frekuensi dan persentase
ketuntasan hasil belajar IPS siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa
Kecamatan Mamajang Kota Makassar
Kategori
|
Skala Nilai
|
Frekuensi (f)
|
%
|
Keterangan
|
Tidak Tuntas
|
0 – 69
|
17
|
51,51%
|
KKM = 70
|
Tuntas
|
70 – 100
|
16
|
48,48%
|
|
Jumlah
|
|
33
|
100%
|
Sumber : Data Lampiran lampiran .... halaman ...
Tabel
di atas menunujukkan bahwa 33 orang siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa
Kecamatan Mamajang Kota Makassar terdapat 17 orang siswa (51,51%) belum mencapai KKM yang tidak tuntas
hasil belajarnya dan 16 orang siswa (48,48%) yang telah memenuhi
KKM ≥70 telah
tuntas hasil belajarnya pada pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil
analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS pada siklus I belum berhasil karena siswa yang memperoleh nilai KKM ≥70 belum mencapai 70%.
Dapat dilihat pada data lampiran ..... halaman ....
d.
Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan siklus I
maka diadakan refleksi bersama guru sebagai pelaksana pembelajaran. Informasi
yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan mengungkap beberapa
kelemahan-kelemahan yang ditemui pada penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe Word Square dalam pembelajaran
IPS sebagai berikut:
1)
Selama pembelajaran IPS pada siklus pertama melalui model pembelajaran kooperatif
tipe Word Square, walaupun
langkah-langkah pembelajaran pemecahan masalah telah diterapkan, tetapi masih
ada aspek-aspek tertentu yang perlu dioptimalkan dalam pelaksanaannya, seperti:
kurang membimbing siswa dalam pengerjaan LKS, kurang memperhatikan
kerjasama dan ketelitian siswa saat mengerjakan LKS sehingga masih ada beberapa
kelompok yang dalam penyelesaian LKS hanya dikerjakan oleh sebagian orang dalam
kelompoknya.
2)
Aktivitas belajar siswa menunjukkan sebagian cukup aktif, tetapi terdapat
pula aspek yang kurang aktif yaitu dalam mencatat materi pelajaran, bertanya
jawab dengan guru dan siswa. Kondisi tersebut mempengaruhi penguasaan materi
sehingga berdampak terhadap hasil belajar siswa.
Langkah tindak lanjut yang
dirancang observer bersama guru untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah
sebagai berikut:
1)
Guru membimbing siswa dengan cara membimbing setiap kelompok dalam
pengerjaan LKS. Kemudian guru juga lebih memperhatikan kerjasama dan ketelitian
siswa saat mengerjakan LKS agar semua anggota kelompok dapat bekerjasama dalam
mengerjakan LKS.
2)
Guru perlu memotivasi dan memberi penguatan secara intensif agar siswa
dapat berperan lebih aktif mencatat materi pelajaran, bekerjasama dalam
kelompok dan bertanya jawab agar dapat lebih memahami materi pelajaran IPS.
Demikian pula mengingatkan siswa akan manfaat kerjasama dalam belajar yaitu
meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran.
2.
Paparan Data Siklus II
Tindakan siklus II
dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, pertemuan 1 dengan alokasi waktu 2 x 35 menit
dan pertemuan 2 dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Berikut adalah
tahap-tahap pelaksanaan siklus II.
a.
Perencanaan Siklus II
Pada rencana
pelaksanaan siklus II, ada beberapa hal yang akan diperbaiki untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Melalui refleksi yang dilakukan pada siklus I yaitu guru kurang membimbing siswa dalam pengerjaan LKS,
kurang memperhatikan kerjasama dan ketelitian siswa saat mengerjakan LKS,
sebagian siswa kurang aktif dalam mencatat materi pelajaran serta siswa kurang
bertanya jawab dengan guru. Maka pada siklus II ini, penerapan langkah-langkah pembelajaran yang akan
dilakukan adalah perbaikan dari kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I.
b.
Pelaksanaan Siklus II
Tindakan siklus II
pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Mei 2016 pada jam pelajaran ke 3–4
(Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Pada pertemuan 1 ini
diikuti oleh 33 siswa atau keseluruhan siswa kelas IV B.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh
siswa dengan antusias. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan
pertanyaan dari pembelajaran sebelumnya yaitu mengenai dampakdari masalah
sosial. Beberapa siswa menunjukkan sikap antusias untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Setelah itu guru menyampaikan tujuan
pembelajaran yaitu menjelaskan cara
menyelesaikan masalah sosial di daerahnya dan memberikan motivasi kepada siswa
untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan
yang diberikan oleh guru dan rajin dalam mencatat materi-materi yang diberikan.
Kemudian guru menyampaikan KKM yaitu 70 serta kegiatan-kegiatan yang akan
dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran Word Square. Kegiatan ini
berlangsung sekitar 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru
menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai yaitu mengenai cara menyelesaikan masalah sosial di daerahnya. Lalu guru menunjukkan alat
peraga yaitu kotak Word Square yang
nanti akan digunakan dalam pembelajaran. Guru kemudian membagi siswa ke dalam 7
kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setelah itu guru
membagikan LKS kepada setiap kelompok. Guru memberikan petunjuk kepada siswa
mengenai cara mengerjakan LKS yaitu dengan cara menemukan jawaban dari soal
yang ada pada kotak Word Square lalu
mengarsir jawaban yang telah ditemukan. Jawaban dapat ditemukan secara
horizontal maupun vertikal. Selanjutnya guru membimbing setiap kelompok dalam
mengerjakan LKS. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru
menginstruksikan kepada setiap kelompok memilih perwakilan untuk melakukan
presentasi dan menukar LKS untuk diperiksa oleh kelompok lain. Selain itu, guru
juga menginstruksikan kepada seluruh siswa untuk memperhatikan penjelasan yang
akan dipaparkan oleh perwakilan kelompok. Setiap perwakilan kelompok maju untuk
menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan oleh guru di papan tulis.
Kemudian siswa menjelaskan kata yang telah ditemukan. Selanjutnya guru memberi
informasi tambahan dari apa yang telah dijelaskan oleh siswa. Guru memberikan
apresiasi kepada perwakilan kelompok dengan mengajak semua siswa untuk bertepuk
tangan setelah berhasil untuk menjelaskan mengenai kata yang telah ditemukan.
Setelah semua kelompok mempresentasikan
jawabannya, guru lalu memberikan penilaian. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50
menit.
Pada kegiatan akhir pelajaran, guru
dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu. Kemudian guru
menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa untuk lebih giat lagi mengulang
pelajarannya di rumah. Guru menutup pelajaran
dengan ucapan salam. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Pertemuan 2
dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Mei 2016 pada jam pelajaran ke 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit dan diikuti oleh 33 siswa atau
keseluruhan siswa kelas IV B. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru pada
pertemuan II dilaksanakan sesuai RPP yang telah dibuat dengan tahap
pembelajaran yang sama pada pertemuan sebelumnya.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh
siswa dengan antusias. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan
pertanyaan dari pembelajaran sebelumnya yaitu mengenai cara menyelesaikan
masalah sosial di daerahnya. Sudah cukup banyak siswa yang menunjukkan sikap
antusias untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Kemudian guru
menyampaikan tujuan pembelajaran yaitu
menjelaskan hambatan dalam mengatasi masalah sosial. Guru kembali memberikan
motivasi kepada siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dan rajin dalam mencatat
materi-materi yang diberikan serta bekerja sama dalam mengerjakan LKS yang
nantinya akan diberikan. Selanjutnya guru menyampaikan KKM yaitu 70 serta
menyampaikan pula kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan
langkah-langkah pembelajaran Word Square. Kegiatan ini berlangsung
sekitar 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru
menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai yaitu mengenai hambatan dalam mengatasi masalah sosial. Guru menunjukkan alat peraga yaitu
kotak Word Square yang nanti akan
digunakan dalam pembelajaran. Guru lalu membagi siswa ke dalam 7 kelompok
secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Selanjutnya guru membagikan
LKS kepada setiap kelompok. Guru memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara
mengerjakan LKS yaitu dengan cara menemukan jawaban dari soal yang ada pada
kotak Word Square lalu mengarsir
jawaban yang telah ditemukan. Jawaban dapat ditemukan secara horizontal maupun
vertikal. Guru kembali mengingatkan untuk bekerja sama dalam mengerjakan LKS
dan tidak boleh dikerjakan oleh seorang
siswa saja karena ini merupakan tugas kelompok. Selanjutnya guru membimbing
setiap kelompok dalam mengerjakan LKS. Guru juga memperhatikan kerjasama serta
ketelitian siswa dalam menjawab setiap soal. Setelah semua kelompok selesai
mengerjakan LKS, guru menginstruksikan kepada setiap kelompok memilih
perwakilan untuk melakukan presentasi dan menukar LKS untuk diperiksa oleh
kelompok lain. Satu per satu perwakilan setiap kelompok maju untuk menjawab
soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word
Square yang telah ditempelkan oleh guru di papan tulis. Lalu siswa
menjelaskan kata yang telah ditemukan. Beberapa siswa juga memberikan tanggapan
dari jawaban yang dijelaskan oleh perwakilan kelompok. Selanjutnya guru memberi
informasi tambahan dari apa yang telah dijelaskan oleh siswa. Guru memberikan
apresiasi kepada perwakilan kelompok dengan mengajak semua siswa untuk bertepuk
tangan setelah berhasil untuk menjelaskan mengenai kata yang telah ditemukan.
Setelah semua kelompok mempresentasikan
jawabannya, guru lalu memberikan penilaian. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50
menit.
Pada kegiatan akhir pelajaran,
guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu. Guru
kembali memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang telah dijelaskan
mengenai masalah sosial. Siswa cukup antusias ingin menjawab pertanyaan yang
diajukan dengan mengacungkan tangannya.
Setelah itu guru menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa untuk
selalu mengulang pelajaran di rumah agar
apa yang telah dipelajari dapat terus diingat. Guru menutup pelajaran dengan
ucapan salam. Kegiatan ini berlangsung
sekitar 10 menit.
c.
Observasi
Siklus II
Data temuan pada
observasi siklus II merangkum aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar
siswa dalam menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square serta hasil belajar siswa yang
terangkum dalam hasil tes akhir siklus II. Berikut adalah hasil observasi pada
pelaksanaan siklus II.
1)
Hasil
Observasi Guru
Lembar observasi
guru pada siklus II dirancang sama pada siklus I yang bertujuan untuk mengukur kualitas
aktivitas guru dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS di
kelas IV B.
Penilaian pada
lembar observasi terdiri dari 4 aspek yakni menyampaikan materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai, membagikan lembaran kegiatan, menginstruksikan
siswa untuk menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan
jawaban, dan memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak.
Pada pertemuan 1,
aspek ke-1 yaitu menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin
dicapai berada pada kategori baik karena guru menjelaskan materi pelajaran, bertanya jawab dengan siswa seputar materi
dan memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang disajikan. Begitu pula pada
pertemuan 2 dikategorikan baik. Pada aspek ke-2 yaitu guru
membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan contoh dikategorikan baik pada
pertemuan 1 dan 2 karena guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri
atas 4-5 orang, guru menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan, dan guru
memberikan tugas kelompok atau Lembar
Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok.
Aspek ke-3 yaitu guru menginstruksikan siswa untuk
menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, pada pertemuan
1 dikategorikan cukup karena guru memberikan petunjuk kepada siswa dalam
pengerjaan LKS dan membimbing siswa dalam pengerjaan LKS, tetapi tidak memperhatikan
kerjasama, ketelitian, serta keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Sedangkan
pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena guru memberikan petunjuk kepada
siswa dalam pengerjaan LKS, membimbing siswa dalam pengerjaan LKS dan
memperhatikan kerjasama, ketelitian, dan keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS.
Aspek ke-4 yaitu guru memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak, pada
pertemuan 1 dikategorikan baik karena guru
menginstruksikan setelah mengerjakan LKS, setiap perwakilan kelompok melakukan
presentasi, guru memberikan penilaian pada setiap jawaban dan menginstruksikan
kepada seluruh siswa memperhatikan presentasi dan menganalisanya. Sedangkan pada
pertemuan 2 dikategorikan cukup karena guru menginstruksikan setelah mengerjakan
LKS, setiap perwakilan kelompok melakukan presentasi, guru memberikan penilaian
pada setiap jawaban, tetapi tidak menginstruksikan kepada seluruh siswa untuk
memperhatikan presentasi dan menganalisanya. Jumlah nilai keseluruhan pada
pertemuan 1 ialah 11 dengan persentase 91,66% yang berada pada kategori baik
dan jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 2 ialah 11 dengan persentase 91,66%
yang berada pada kategori baik.
Berdasarkan data dari siklus II dapat disimpulkan bahwa
pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square untuk aspek guru
dikategorikan baik. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi guru dapat
dilihat pada lampiran .... halaman ...
dan lampiran .. halaman.....
2)
Hasil
Observasi Siswa
Hasil observasi
siswa merupakan rangkuman dari aktivitas belajar siswa selama penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
Penilaian pada lembar observasi siswa terdiri dari 4 aspek yakni siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai
dengan kompetensi yang ingin dicapai, siswa menerima lembaran kegiatan sesuai
dengan contoh, siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai
dengan jawaban, dan siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak. Berikut adalah paparan mengenai aktivitas belajar siswa
pada siklus II.
Hasil observasi
aktivitas belajar siswa pada siklus II pertemuan 1 aspek ke-1 siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai dikategorikan cukup karena sebanyak 26 orang siswa melaksanakan dua
indikator, 1 orang melaksanakan 3 indikator dan 6 orang hanya melaksanakan 1
indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena sebanyak 26 orang siswa
melaksanakan dua indikator, 3 orang melaksanakan tiga indikator, dan 4 orang
hanya melaksanakan 1 indikator. Aspek ke-2 siswa menerima lembaran kegiatan
sesuai dengan contoh pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 33
orang siswa melaksanakan tiga indikator . Pada pertemuan 2 juga dikategorikan
baik karena sebanyak 33 orang siswa melaksanakan tiga indikator.
Aspek ke-3 siswa
menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban pada
pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 32 orang siswa melaksanakan tiga
indikator dan 1 orang melaksanakan dua indikator. Pada pertemuan 2
dikategorikan baik karena sebanyak 31 orang siswa melaksanakan tiga indikator
dan 2 orang melaksanakan dua indikator. Aspek ke-4 siswa mendapatkan poin
setiap jawaban dalam kotak pada pertemuan 1 dikategorikan cukup karena sebanyak
25 orang siswa melaksanakan dua indikator, 1 orang melaksanakan tiga indikator,
dan 7 orang hanya melaksanakan satu indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan
cukup karena sebanyak 28 orang siswa melaksanakan dua indikator, 4 orang
melaksanakan tiga indikator, dan 1 orang melaksanakan satu indikator. Jumlah
keseluruhan skor indikator yang diperoleh pada pertemuan 1 adalah 10, dengan persentase 83,33%, dengan
kualifikasi baik. Begitu pula dengan pertemuan 2 memperoleh skor 10 dengan
persentase 83,33% dengan kualifikasi baik.
Berdasarkan data dari siklus II dapat disimpulkan bahwa
pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square untuk
aspek siswa dikategorikan baik. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi siswa
dapat dilihat pada lampiran .... halaman .... dan lampiran ... halaman ...
3)
Hasil Tes
Siklus II
Setelah pelaksanaan proses pembelajaran siklus II yang
terdiri dari 2 kali pertemuan, maka dilakukan tes hasil belajar. Adapun hasil
analisis deskriptif terhadap skor pemerolehan skor hasil belajar siswa setelah
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3. Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SDN Kompleks
Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar pada Siklus II
Uraian
|
Nilai
|
Subjek
|
33
|
Skor Ideal
|
100
|
Rata-Rata
|
87,59
|
Skor Tertinggi
|
100
|
Skor Terendah
|
65,33
|
Sumber: Data Lampiran ... halaman....
Tabel 4.3 di atas menunjukkan
bahwa uraian hasil belajar melalui model pembelajaran
kooperatif tipe Word Square dengan
subjek 33 orang siswa, memperoleh skor rata-rata kelas yaitu 87,59, skor
tertinggi 100, skor terendah 65,33, dengan skor ideal 100. Dapat dilihat pada
data lampiran......... halaman........
Deskripsi
distribusi frekuensi dan persentasi ketuntasan belajar hasil belajar IPS
setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4. Distribusi frekuensi dan persentase
ketuntasan hasil belajar IPS siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa
Kecamatan Mamajang Kota Makassar
Kategori
|
Skala Nilai
|
Frekuensi (f)
|
%
|
Keterangan
|
Tidak Tuntas
|
0 – 69
|
2
|
6,06%
|
KKM = 70
|
Tuntas
|
70 – 100
|
31
|
93,93%
|
|
Jumlah
|
|
33
|
100%
|
Sumber : Data Lampiran lampiran .... halaman ...
Tabel
di atas menunujukkan bahwa 33 orang siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa
Kecamatan Mamajang Kota Makassar terdapat 2 orang siswa (6,06%) belum mencapai KKM yang tidak tuntas
hasil belajarnya dan 31 orang siswa (93,93%) yang telah memenuhi
KKM ≥70 telah
tuntas hasil belajarnya pada pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil
analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS pada siklus II berhasil karena siswa yang memperoleh nilai KKM≥70 telah mencapai 93,93%.
Dapat dilihat pada data lampiran ..... halaman ....
Berikut
ini adalah distribusi peningkatan nilai rata-rata klasikal dan persentase hasil
belajar siswa pada siklus I dan II.
Tabel 4.5. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada
Siklus I dan Siklus II
Deskripsi
Penilaian
|
Hasil
Belajar Siswa
|
Ket.
|
|
Siklus I
|
Siklus II
|
||
Kategori Penilaian
|
Kurang
|
Sangat Baik
|
KKM ≥70
|
Persentase Ketuntasan Belajar
|
48,48%
|
93,93%
|
|
Nilai rata-rata Klasikal
|
68,25
|
87,59
|
Sumber: Lampiran ....
halaman.....
Tabel 4.5 di atas
menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS
melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus I dan siklus II. Pada siklus I, hasil belajar siswa berada
pada kategori kurang dengan perolehan nilai rata-rata klasikal 68,25 dan
persentase ketuntasan belajar klasikal mencapai 48,48% belum mencapai KKM ≥70.
Sedangkan pada siklus II, hasil belajar siswa telah
mencapai kategori sangat baik. Sebesar 93,93% siswa telah memenuhi KKM ≥70 atau
terjadi peningkatan sebesar 45,45% dari siklus I dengan nilai rata-rata
klasikal 87,59. Mengacu pada indikator keberhasilan dalam penelitian ini, maka penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk meningkatkan hasil
belajar IPS pada siswa kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa pada siklus II
dinyatakan telah berhasil, karena persentase siswa yang memenuhi KKM ≥70 telah
mencapai 93,93%. Dapat dilihat pada data lampiran .... halaman .....
d.
Refleksi Siklus II
Mengacu pada hasil observasi dalam
pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square, maka dapat disimpulkan
bahwa tindakan siklus II telah berhasil dan telah mencapai indikator
keberhasilan yang ditentukan dalam penelitian ini. Hasil observasi aktivitas
mengajar guru menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran dengan kategori
baik. Demikian pula pada hasil observasi aktivitas belajar siswa yang
menunjukkan tercapainya indikator yang direncanakan dengan kategori baik. Pada proses pembelajaran tindakan siklus II menunjukkan bahwa siswa telah aktif dalam diskusi bersama teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal dengan benar dan menemukan kata pada
kotak Word Square. Hasil observasi pada subjek penelitian juga menunjukkan bahwa siswa senang dalam mengikuti proses pembelajaran karena penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe
Word Square melatih ketelitian siswa
untuk mencari jawaban yang terdapat dalam kotak Word Square yang telah diacak.
Berdasarkan hasil analisis data dan refleksi
di atas dan mengacu kepada indikator keberhasilan yang ditetapkan, hasil
tes siklus II menunjukkan peningkatan atau dengan kata lain indikator
keberhasilan yang ditetapkan sudah tercapai karena seluruh siswa yang menjadi
subjek penelitian telah memperoleh nilai rata-rata 87,59. Ditinjau dari
hasil diskusi kelompok yang terdiri dari 7 kelompok sudah dapat menyelesaikan
LKS dengan baik, maka disimpulkan bahwa pembelajaran sudah berhasil. Dengan
demikian tujuan pembelajaran sudah tercapai.
B. Pembahasan
Hasil
belajar siswa yang diperoleh setelah dilaksanakan siklus I dalam pembelajaran IPS dengan materi pokok masalah sosial dengan
menerapkan model pembelajaran kooperatif
tipe Word Square, skor rata-rata yang
diperoleh adalah 68,25
dengan nilai tetinggi 100
dan yang terendah 24
dari skor ideal 100, dan yang tuntas hasil belajarnya 16 orang siswa dan yang
tidak tuntas hasil belajarnya 17
orang siswa. Ini disebabkan karena kurangnya motivasi belajar, siswa kurang dalam mencatat materi yang disampaikan oleh
guru, pengerjaaan LKS
yang semestinya dikerjakan berkelompok tetapi
masih didominasi oleh siswa yang aktif (pintar) saja. Siswa yang lainnya hanya diam dan beberapa bercerita
saja, mereka tidak mau bekerja sama.
Pada siklus II pelaksanaan pembelajaran tidak jauh
berbeda dengan siklus I, hanya keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah mulai
nampak, dilihat dari keaktifan masing-masing kelompok dalam memaparkan
penjelasannya mengenai kata yang ditemukan, bekerja sama dalam menyelesaikan
soal-soal yang diberikan oleh guru. Kemudian siswa juga sudah aktif dalam melakukan tanya jawab dengan guru mengenai
materi yang dibahas. Dilihat dari proses
dan hasil belajar tes akhir yang telah
dicapai, yaitu skor nilai rata-rata tes akhir menunjukkan peningkatan pada
siklus I yaitu 68,25 sedangkan siklus II
nilai rata-rata skor adalah 87,59.
Keberhasilan
tindakan dari siklus ke siklus
dikarenakan guru dapat melaksanakan rancanan pembelajaran dengan baik sesuai
dengan langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word
Square. Dengan demikian meningkatnya hasil
belajar siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan
Mamajang Kota Makassar karena
adanya kerja sama yang baik dalam kelompok dan bimbingan serta arahan dari
guru. Fakta yang membuktikan bahwa adanya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word
Square dapat meningkatkan hasil belajar IPS.
|
KESIMPULAN
DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan
hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan yaitu: dengan adanya aktivitas
mengajar guru dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square terjadi peningkatan secara signifikan dari kategori
cukup pada siklus I meningkat menjadi kategori baik pada siklus II berdasarkan atas beberapa aktivitas
guru dan siswa yang telah diamati.
Dengan nilai rata-rata hasil belajar IPS pada siklus I masuk kategori kurang (belum tuntas), selanjutnya pada siklus II
nilai rata-rata hasil belajar siswa berada pada kategori sangat baik (tuntas)
yang diukur dengan menggunakan tes berbentuk uraian.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian di
atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1.
Untuk para guru yang ingin meningkatkan kualitas
pembelajaran IPS, maka penggunaan model
pembelajaran kooperatif tipe Word Square
layak dipertimbangkan menjadi bentuk pembelajaran
alternatif.
2.
Bagi
peneliti lain yang ingin mengangkat kembali menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran
hendaknya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dengan memperhatikan
kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang terdapat di dalam
pelaksanaannya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan
refleksi awal demi penyempurnaan penelitian selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arbie, Jein
Asriyanti, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word Square untuk Meningkatkan Hasil
Belajar Hidrokarbon Siswa Kelas X SMA Tridharma
Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Matematika dan IPA. 1 (1), 4.
kim.ung.ac.id/index.php/KIMFMIPA/issue/view/86 (diakses tanggal 12 Januari
2016)
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian
Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2007, Metode Pembelajaran Kooperatif. Jakarta:
Depdiknas dan Dirjen Dikti.
Daryanto. 2013. Inovasi
Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.
Djamarah, Syaiful
Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam
Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Faturrahman, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT.
Prestasi Pustakaraya.
Hamalik,
Oemar. 2015. Proses Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Hasbullah.
2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta:
Raja Grafindo Persada.
Isjoni.
2012. Cooperative Learning. Bandung:
Alfabeta.
Komara, Endang. 2014. Belajar dan
Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama.
Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali
Pers.
Kurniasih, Imas
dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan
Model Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Kata
Pena.
Lie, Anita.
2008. Cooperative Learning:Mempraktikkan
Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.
Mappasoro. 2013. Strategi Pembelajaran. Makassar:
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.
Putri, S.Y. 2013.
Peningkatan
Motivasi Belajar dalam Pembelajaran IPA dengan Menerapkan Model Word Square
pada Siswa Kelas V SD Negeri II Sempukerep Sidoharjo Wonogiri Tahun Ajaran
2012/2013. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rusman.
2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajawali Pers
Sani, Ridwan
Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Slameto. 2003. Belajar dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.
Supandi,
Gusmitawati. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word Square untuk Meningkatkan Hasil
Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. 3-4. Ejournal.unpak.ac.id/mahasiswa.php
(diakses tanggal 10 Januari 2016)
Suprijono,
Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori
dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi
Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Trianto.
2009. Mendesain Model Pembelajaran
Inovatif-Progresif. Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri.
---------.
2013. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep,
Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Ula, S. Shoimatul. 2013. Revolusi
Belajar: Optimalisasi Kecerdasan Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Uno, Hamzah
B. dan Nurdin Mohamad. 2015. Belajar
dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Wijana, Eka.
Penerapan Model Belajar Word Square untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika. Cirebon:
IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
Yaba dan
Djohara Nonci. 2008. Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) 1. Makassar: PGSD UUP Tidung FIP UNM.
Langganan:
Postingan (Atom)