Tugas Sosiologi Pendidikan

TUGAS!

Mengapa dalam pendidikan terdapat aspek sosiologis dan mengapa guru dan calon guru harus memahami hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi?
Jawaban:
Dalam pendidikan terdapat aspek-aspek sosiologis sebab situasi pendidikan adalah situasi hubungan dan pergaulan sosial. Hubungan dan pergaulan sosial yang ada dalam pendidikan (sekolah) antara lain terjadi antara pendidik dengan pendidik, pendidik dan anak didik, anak didik dengan anak didik, pendidik dengan pegawai, pegawai dengan pegawai, anak didik dengan pegawai.
Guru dan calon guru perlu memahami hal-hal yang berkaitan dengan sosiologi karena hal ini disebabkan antara lain:
Bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat cepat, progresif. Perubahan yang cepat menimbulkan adanya cultural lag (ketinggalan kebudayaan akibat adanya hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan paham sesuatu yang menimbulkan masalah-masalah sosial di masyarakat. Masalah yang timbul tidak dapat diatasi oleh lembaga-lembaga pendidikan. Untuk itu para ahli sosiologi diharapkan dapat mengembangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
Guru selain sebagai administrator,  informatory dan pemimpin, maka harus berkelakuan menurut harapan masyarakatnya. Kepribadian guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinikmati anak dalam mengeluarkan pendapatnya dan mengembangkan kreatifitasnya ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dan pengembangan kepribadiannya. Kebebasan guru juga dibatasi oleh atasannya (kepala sekolah, pemilik, kepala Dinas sanksi menteri), keseluruhannya dipengaruhi, dibatasi, serta diarahkan pada pencapaian tujuan pendidikan. Keberhasilan pendidikan di sekolah dipengaruhi berbagai faktor antara lain menyangkut usaha murid, guru, orang tua, interaksi antara murid dengan murid serta lingkungan sosialnya baik yang dihadapi di dalam maupun di luar sekolah.

Apa yang dimaksud dengan pendidikan sebagai sarana pembudayaan?
Jawaban:
Pendidikan merupakan sarana untuk membudayakan anak. Hal ini tercermin dari fungsi sekolah adalah mentransformasikan nilai budaya dari satu generasi ke generasi lainnya. Lebih lanjut hubungan sekolah dengan masyarakat merupakan hubungan transformatif. Artinya sekolah memiliki kewajiban untuk mensosialisasikan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di masyarakat kepada anak didik dengan berbagai perubahan-perubahan sebagai hasil perbaikan dari kekurangan yang ada.
Dalam arti positif pendidikan dapat dipandang sebagai kegiatan inovasi (Sunaryo dan Nyoman Dantes, 1996/1997:40). Dari uraian tersebut di atas dimaksudkan melalui pendidikan di sekolah, pendidikan dalam rumah tangga maupun pendidikan di luar sekolah dapat dipakai sebagai sarana untuk pembentukan kebudayaan. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk pembudayaan.

Bagaimanakah peranan sekolah dalam mentransformasi kebudayaan pada generasi muda?
Jawaban:
Pendidikan sebagai transformasi budaya di artikan sebagai kegiatan pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi yang lain. Ada tiga bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih cocok di teruskan misalnya, nilai-nilai kejujuran, rasa tanggung jawab dan lain-lain. Yang kurang cocok di perbaiki, dan yang tidak cocok di ganti. Contohnya budaya korup dan menyimpang adalah sasaran bidik dari pendidikan transformatif.
Peranan sekolah dalam transformasi kebudayaan dengan proses sosialisasi atau enkulturasi (proses pembudayaan). Sosialisasi dapat diartikan sebagai sebuah proses seumur hidup yang berkenaan dengan bagaimana individu mempelajari cara-cara hidup, norma dan nilai sosial yang terdapat dalam kelompoknya agar dapat berkembang menjadi pribadi yang dapat di terima oleh kelompoknya. Sosialisasi berfungsi untuk: memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada individu, menambah kemampuan berkomunikasi, mengembnagkan kemampuan menulis, membaca dan bercerita, membantu pengendalian fungsi-fungsi organik melalui latihan-latihan mawas diri, membiasakan individu dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
Enkulturasi merupakan proses belajar menyusuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat, sistem norma, serta semua peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak awal kehidupan kemudian dalam lingkungan yang makin lama makin meluas.  Proses enkulturasi selalu berlangsung secara dinamis. Wahana terbaik dan paling efektif untuk mengembangkan ketiga proses sosial budaya tersebut adalah pendidikan, yang terlembaga melalui sistem persekolahan. Sekolah merupakan wahana strategis yang memungkinkan setiap anak didik, dengan latar belakang sosial budaya yang beragam, untuk saling berinteraksi di antara sesama, saling menyerap nilai-nilai budaya yang berlainan, dan beradaptasi sosial.  Dapat dikatakan, sistem persekolahan adalah salah satu pilar penting yang menjadi tiang penyangga sistem sosial yang lebih besar dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat, untuk mewujudkan cita-cita kolektif. Untuk membangun manusia melalui budaya maka nilai-nilai budaya itu harus menjadi satu dengan dirinya, untuk itu di perlukan waktu panjang untuk transformasi budaya.
Proses transformasi budaya dapat di lakukan dengan cara mengenalkan budaya, memasukan aspek budaya dalam proses pembelajaran. Kebudayaan merupakan dasar dari praksis pendidikan maka tidak hanya seluruh proses pendidika berjiwakan kebudayaan nasional saja, tetapi juga seluruh unsur kebudayaan harus di perkenalkan dalam proses pendidikan.
Apa yang dimaksud dengan peranan sekolah sebagai:
Pewaris
Pemelihara kebudayaan
Pembaru kebudayaan
Jawaban :
Peranan Sekolah sebagai Pewaris
Kebudayaan yaitu hasil cipta, karsa dan karya manusia berupa norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan dan tingkah laku yang dipelajari dan dimiliki semua anggota masyarakat tertentu dan dijunjung tinggi. Hasil cipta, karsa dan karya manusia yang memiliki nilai dan dijunjung tinggi tidak dengan sendirinya dimiliki oleh anak didik tanpadiajarkan (ditransmisikan) kepada anak atau dipelajari oleh anak tersebut.
Peranan Sekolah sebagai Pemelihara Kebudayaan
Nilai-nilai budaya yang tinggi dan pantas untuk dilestarikan, maka sekolah perlu memelihara, sedangkan budaya yang tidak perlu seperti egosentris (mementingkan diri sendiri) lambat laun harus dikurangi.
Peranan Sekolah sebagai Pembaru Kebudayaan
Selain peranan sekolah sebagai pemelihara dan pewaris nilai-nilai budaya, juga sebagai pembaru (inovatif). Budaya yang sudah tidak sesuai dengan keinginan atau kehendak masyarakat dihilangkan, sedangkan yang sesuai dengan kehendak masyarakat dijaga dan dikembangkan, sehingga timbul budaya-budaya baru di kemudian hari.

Ada dua syarat terjadinya interaksi sosial. Jelaskan!
Jawaban:
Syarat terjadinya interaksi sosial:
Adanya Kontak Sosial (Social Contact)
Syarat terjadi interaksi sosial yang pertama adalah adanya kontak sosial. Kontak sosial merupakan hubungan sosial yang terjadi baik secara fisik maupun non fisik. Kontak sosial yang terjadi secara fisik yaitu bertemunya individu secara langsung, sedangkan kontak sosial yang terjadi secara non fisik yaitu pada percakapan yang dilakukan tanpa bertemu langsung, misalnya berhubungan melalui media elektronik seperti telepon, radio dan lain sebagainya.
Dalam interaksi sosial, Kontak sosial juga dapat bersifat positif atau negatif. Dalam hal ini, Kontak sosial yang bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial yang bersifat negatif mengarah pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial. Contohnya jika pedagang sayur menawarkan sayurnya pada nyonya rumah dan diterima dengan baik sehingga memungkinkan terjadinya proses jual-beli, maka kontak sosial tersebut bersifat positif. Lain halnya jika nyonya rumah hanya menggerutu sewaktu ditawarkan yang kemungkinan besar tidak akan terjadi jual beli, maka kontak tersebut bersifat negatif karena dapat menyebabkan tidak berlangsungnya suatu interaksi sosial.
Dalam Interaksi Sosial, Kontak sosial dapat pula bersifat primer dan sekunder. Kontak sosial primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapam muka, misalnya apabila orang-orang tersebut berjabat tangan, saling senyum. Sebaliknya kontak sosial yang sekunder memerlukan suatu perantara, misalnya A berkata kepada B, bahwa C sangat menyukai si A. Walaupun B tidak bertemu dengan si C, akan tetapi mendengar komentar yang dikeluarkan si A mengenai pendapat si C, secara tidak langsung mereka bertiga telah melakukan interaksi sosial.
Adanya Komunikasi
Syarat terjadinya interaksi sosial yang kedua adalah adanya komunikasi. Komunikasi adalah memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak tubuh maupun sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Individu yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh individu lain tersebut. Jadi komunikasi merupakan suatu proses dimana satu sama lainnya saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing, tanpa mengerti maksud atau perasaan satu sama lainnya tidak dapat dikatakan sebagai komunikasi.
Dalam interaksi sosial, suatu kontak sosial dapat terjadi tanpa komunikasi. Misalnya pada orang Indonesia bertemu dan berjabat tangan dengan orang Argentina, lalu dia bercakap-cakap dalam bahasa Indonesia dengan orang Argentina tersebut padahal yang terjadi orang Argentina tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Indonesia. Dalam hal in kontak sosial sebagai syarat terjadinya interaksi sosial yang utama telah terjadi, namun komunikasi sebagai syarat terjadinya interaksi sosial yang kedua tidak terjadi karena kedua orang itu tidak mengerti perasaan masing-masing. Apabila dihubungkan dengan interaksi sosial, maka dapat dikatakan bahwa kontak sosial tanpa komunikasi tidak mempunyai arti apapun.
Dari kedua syarat terjadinya interaksi sosial di atas, dapat disimpulkan bahwa terjadinya interaksi sosial harus adanya kontak sosial dan komunikasi. Jika salah satu syarat tidak dipenuhi, maka tidak dapat dikatakan sebagai interaksi sosial. Adanya kontak sosial yang terjadi tanpa adanya saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing, maka bukan merupakan proses interaksi sosial. Jadi disini interaksi sosial merupakan kontak sosial yang terjadi, dimana saling mengerti maksud atau perasaan masing-masing.

Hal-hal apa sajakah yang harus diperhatikan agar pendidikan menjadi pusat kebudayaan?
Jawaban:
Agar pendidikan menjadi pusat kebudayaan:
Peningkatan mutu pendidikan
Agar peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai secara optimal maka perlu diperhatikan antara lain :
Tujuan. Tujuan pendidikan harus dirumuskan secara jelas baik tujuan institusional, tujuan kurikulum, tujuan institusional maupun tujuan instruksional. Semua tujuan harus dirumuskan secara jelas, tepat dan berdasarkan kompetensi.
Materi pelajaran. Materi pelajaran yang berbentuk pengetahuan, sikap dan ketrampilan hendaknya sesuai dengan kebutuhan dalam rangka mencapai tujuan kompetensi, isi materi pelajaran harus disusun sedemikian rupa untuk menemukan sesuatu. Organisasi materi harus dapat memberi kesempatan kepada siswa untuk menganalisis, menyimpulkan, berbuat sesuatu dan mengerjakan sesuatu.
Metode pengajaran harus bervariasi, dapat meningkatkan siswa untuk berdiskusi, berlatih, berpikir ilmiah, dapat menemukan sesuatu sendiri, belajar bekerja sama.
Kemampuan yang telah dimiliki siswa (entry behavior) diperhatikan. Metode dan materi pengajaran disesuaikan kemampuan siswa.
Fasilitas dan perlengkapan yang memadai sehingga dapat mendukung terjadinya proses belajar mengajar yang optimal.
Menciptakan Masyarakat Belajar
Pendidikan hendaknya dapat menciptakan siswa agar ada upaya untuk selalu ingin tahu dan juga agar tercipta keinginan belajar sepanjang hayat.
Sekolah dapat menjadi teladan dari masyarakat
Jika sekolah dapat menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya, maka sekolah dapat menjadi pusat kebudayaan.
Membentuk manusia Indonesia seutuhnya
Menurut UU No. 2 tahun 1989 bab II pasal 4 ciri-ciri seutuhnya adalah : (1) manusia yang beriman, (2) memiliki pengetahuan dan ketrampilan, (3) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (4) kepribadian yang mantap dan mandiri, (5) serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan (Parsono dkk, 1990:4.7).

Mengapa pendidikan dikatakan sebagai bagian integral dari kebudayaan?
Jawaban:
Berkaitan dengan pendidikan bahwa kebudayaan sebagai suatu pola dan hasil tingkah laku yang dipelajari oleh semua anggota masyarakat tertentu. Sebagai suatu hasil kebudayaan juga ditransmisikan dari generasi tua kepada generasi muda. Selain kebudayaan yang ada, ditransmisikan melalui pendidikan tetapi juga ada perubahan-perubahan  sesuai dengan kondisi baru, sehingga terbentuklah pola tingkah laku baru, nilai-nilai dan norma-norma baru yang sesuai dengan tuntutan perkembangan masyarakat (Wardani, 1999:4.5).
Menurut uraian di atas dapat ditafsirkan bahwa dengan pendidikan kebudayaan dapat diwariskan dan dengan pendidikan kebudayaan dapat diperbarui sesuai dengan kemajuan dan tuntutan masyarakat.
Lebih lanjut secara jelas disebutkan bahwa pendidikan itu merupakan bagian dari kebudayaan (Wardani, 1999:4.2). Pendidikan itu merupakan bagian integral dari kebudayaan (Wardani, 1999:4.9).
Menurut UU Nomor 4 tahun 1950  juncto nomor 12 tahun 1954 tentang Dasar-Dasar Pendidikan dan pengajaran  di sekolah pada bab III pasal 4 dari pendidikan dan pengajaran adalah asas-asas yang termaktub dalam Pancasila dan UUD negara Republik Indonesia dan atas kebudayaan kebangsaan Indonesia. Demikian juga menurut UU nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Indonesia dijelaskan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasarkan pada Pancasiladan UUD 1945. Dari uraian di atas dapat diketahui dengan jelas bahwa pendidikan nasional Indonesia berkaitan erat dengan kebudayaan Indonesia sebab pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan Indonesia.

Jelaskan pengertian dari:
Sosiologi pendidikan
Individu dan masyarakat
Kebudayaan
Sistem sosial
Jawaban:
Sosiologi pendidikan adalah aspek-aspek sosiologi yang diterapkan pada masalah-masalah pendidikan yang fundamental.
Sosiologi pendidikan merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari permasalahan-permasalahan pendidikan dan berusaha untuk mencari pemecahannya berdasarkan pendekatan sosiologis.
Individu dan masyarakat
Individu berasal dari kata individium (latin), yaitu satuan kecil yang tidak dapat dibagi lagi. Individu menurut konsep sosiologi, artinya manusia yang hidup berdiri sendiri, tidak mempunyai kawan (sendiri). Individu sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, di dalam dirinya selalu dilengkapi dengan kelengkapan hidup meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun.
Istilah masyarakat berasal dari bahasa Arab “syaraka” yang berarti ikut serta, berpartisipasi, atau “masyaraka” yang berarti saling bergaul. Di dalam bahasa Inggris dipakai istilah “society”, yang sebelumnya berasal dari kata lain “socius” berarti “kawan” (koentjoroningrat,1980). Pendapat sejenis juga terapat dalam buku “Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial” karangan Abdul Syani (1987), dijelaskan bahwa perkataan masyarakat berasal dari kata musyarak (Arab), yang artinya berkumpul bersama, hidup bersama dengan saling berhubungan dan saling mempengaruhi, selanjutnya mendapat kesepakatan menjadi masyarakat (Indonesia).
Kebudayaan
Kebudayaan dapat ditafsirkan sebagai hasil cipta rasa dan karya manusia yang dijunjung tinggi.
Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan suatu sinergi antara berbagai subsistem sosial yang saling mengalami ketergantungan dan keterkaitan.

Mengapa sekolah dikatakan sebagai sistem sosial?
Jawab:
Sekolah diartikan sebagai sebuah organisasi, yaitu organiasi sosial yang mempunyai struktur tertentu yang melibatkan sejumlah orang dengan tugas melaksanakan suatu fungsi untuk memenuhi suatu kebutuhan. Proses belajar berjalan dalam sebuah lokasi dan diselenggarakan oleh organisasi yang mempunyai struktur dan tujuan tertentu. Penampilan keterpaduan antara ketiga makna tersebut dipengaruhi oleh berbagai factor seperti jumlah, tingkat usia, serta karakteristik lain yang menandai orang-orang yang terlibat didalamnya serta tujuan,program kerja dan kegiatan yang dilaksanakan, lama waktu penyelenggaraan,dan pendekatan yang digunakan. Akan tetapi diantara semuanya itu terdapat persamaan yaitu bahwa setiap lembaga yang dinamakan sekolah berperan mengurusi manusia,bukan mengurusi benda-benda mati.
Sekolah dirancang untuki melaksanakan pembimbingan dalam sebagian perkembangan hidup manusia. Sekolah melanjutkan proses sosialisasi yang telah dilakukan sebelumnya yaitu dalam keluarga dan lingkungan sekitar rumah tangga,dan menyiapkan anak untuk memasuki tahapan hidup selanjutnya. Hal ini yang membedakan sekolah dari organisasi lain yang mengurusi manusia adalah bahwa sekolah menghadapi kliennya dalam bentuk kelompok,bukan sebagai individu seperti yang terjadi dirumah sakit terhadap pasiennya atau di rumah penjara terhadap tahanan-tahanannya. Juga sekolah menetapkan terlebih dahulu penerimaan klien dan pengeluaran mereka,sedangkan rumah sakit dan rumah penjara tidak melakukannya.
Kehidupan merupakan sebuah sistem yang terdiri atas berbagai sub sistem yang pada gilirannya bisa dipandang sebagai suatu system pula. Sub system-sub system itu bukan saja berkaitan satu sama lain melainkan juga saling tergantung. Mereka berbagai fungsi untuk kelangsungan hidup dan eksistensi sistem secara keseluruhan.
Setiap sekolah memiliki komponen-komponen sarana fisik seperti lahan,bangunan (kantor, ruang belajar, jamban, dan lain-lain), kurikulum, dan orang-orang (guru, pimpinan, karyawan non edukatif, dan pelajar). Komponen-komponen tersebut menyumbang dengan fungsi dan perannya untuk keberhasilan lembaga. Sebagai sebuah system, sekolah mempunyai keterkaitan dengan sistem lain yang jumlahnya tidak sedikit. Sistem luar itu meliputi antara lain orang tua siswa, komuniti sekitar sekolah dll. Pola hubungan antara sekolah dengan system lain diwarnai dan diisi dengan informasi-informasi yang berarah timbale balik. Input atau timbal balik itu dapat berupa dorongan bagi sekolah untuk mengadakan perubahan pada struktur atau interaksi edukatif di dalamnya atau untuk mempertahankan yang telah ada. Umpan balik yang menimbulkan perubahan disebut morfogenis, sedangkan yang mendorong untuk mempertahankan corak struktur dan interaksi yang telah ada dinamakan umpan balik yang bersifat morfostatis.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPS pada Siswa Kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar



BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A.    Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang dilaksanakan di kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa yang berjumlah 33 orang, meliputi aktivitas guru dan siswa pada proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus dimulai pada tanggal 13 April 2016 sampai dengan 14 Mei 2016. Pelaksanaan setiap siklus mengikuti alur PTK yang terdiri dari tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.
            Data penelitian berupa nilai hasil belajar siswa diperoleh dengan melakukan tes hasil belajar pada akhir siklus I dan II. Data observasi berupa aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru selama pembelajaran berlangsung, masing-masing  diperoleh dengan menggunakan lembar observasi. Data yang diperoleh kemudian dihitung nilai frekuensi dan persentasenya sebagai sumber acuan untuk interprestasi dalam analisis deskriptif. Dalam pelaksanaan tindakan pembelajaran, peneliti bertindak sebagai observer sedangkan guru bertindak sebagai pelaksana pembelajaran.



Pelaksanaan setiap siklus dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut :
1.      Paparan Data Siklus I
Pada bagian ini dipaparkan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Paparan data tersebut diperoleh melalui hasil pengamatan pada aktivitas guru dan siswa dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square.
Tindakan siklus I dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, pertemuan 1 dengan alokasi waktu 2 x 35 menit dan pertemuan 2 dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Berikut adalah tahap-tahap pelaksanaan siklus I.
a.        Perencanaan Siklus I
Sebelum melakukan tindakan, peneliti terlebih dahulu merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Kegiatan peneliti dalam rencana tindakan tersebut adalah; (1) menyamakan persepsi antara kepala sekolah, peneliti, dan guru kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar tentang bentuk penerapan model pembelajaran Word Square dalam pembelajaran IPS; (2) menelaah silabus mata pelajaran IPS kelas IV Sekolah Dasar dan mendiskusikan tentang materi yang akan diajarkan dalam pelaksanaan tindakan; (3) menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan LKS; (4) membuat instrumen observasi aktivitas belajar siswa dan instrumen observasi aktivitas mengajar guru; dan (5) membuat instrumen tes siklus I.
b.        Pelaksanaan Siklus I
Tindakan siklus I pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Jumat, 29 April 2016 pada jam pelajaran ke 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit atau 70 menit. Pada pertemuan 1 ini diikuti oleh 30 siswa dari jumlah keseluruhan 33 siswa, 1 siswa tidak hadir tanpa keterangan dan 2 siswa lainnya tidak hadir karena sakit.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh siswa dengan antusias. Selanjutnya guru menyampaikan topik pembelajaran yang baru yaitu mengenai masalah sosial lalu menyampaikan pula tujuan pembelajarannya. Kemudian guru menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru menyampaikan materi yaitu pengertian masalah sosial, sebab-sebab terjadinya masalah sosial, serta aneka macam masalah sosial. Setelah itu guru membagi siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Kemudian guru membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing kelompok. Siswa sangat antusias melihat LKS yang dibagikan. Selanjutnya guru memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara pengerjaan LKS yaitu dengan cara mengarsir huruf dalam kotak secara horizontal atau vertikal sesuai dengan jawaban soal yang ada. Kemudian guru menanyakan kepada siswa apakah telah mengerti mengenai petunjuk dalam mengerjakan LKS dan siswa pun serentak menjawab bahwa telah mengerti.
Guru lalu menempelkan alat peraga berupa kotak Word Square di papan tulis. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru mengisntruksikan kepada setiap kelompok memilih perwakilan dari kelompok masing-masing untuk mempresentasikan jawabannya. Selanjutnya setiap kelompok mulai dari kelompok satu sampai kelompok tujuh memilih perwakilannya untuk menjawab dan mempresentasikan jawaban yang telah ditemukan. Masing-masing perwakilan kelompok menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan pada papan tulis, setelah itu memberikan penjelasan mengenai kata yang ditemukan. Guru juga memberikan tambahan informasi mengenai kata yang telah ditemukan tersebut agar dapat lebih dipahami oleh siswa. Ada beberapa siswa yang tidak mampu untuk memberi penjelasan mengenai kata yang telah ditemukan, tetapi guru memberikan kesempatan kepada teman kelompoknya untuk membantu memberi penjelasan mengenai kata yang ditemukan.Setelah semua kelompok mempresentasikan jawabannya, guru lalu memberikan poin pada setiap jawaban dari masing-masing kelompok. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan pesan-pesan agar kembali mengulang pelajarannya di rumah. Setelah itu ditutup dengan doa dan ucapan salam dari guru. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.
Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Sabtu, 30 April 2016 pada jam pelajaran 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit dan diikuti oleh 33 siswa atau keseluruhan siswa kelas IV B. Rincian kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan 2 dilaksanakan sesuai RPP yang telah dibuat dengan tahap pembelajaran yang sama pada pertemuan sebelumnya.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan menanyakan pembelajaran sebelumnya. Beberapa siswa cukup antusias dalam menjawab pertanyaam-pertanyaan yang diajukan oleh guru. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajarannya lalu menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru menyampaikan materi yaitu dampak dari masalah sosial. Beberapa pertanyaan diajukan oleh guru terkait dengan materi pelajaran. Beberapa siswa cukup antusias ingin menjawab pertanyaan dari guru. Setelah itu guru membagi siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa lalu guru menyiapkan LKS dan media berupa alat peraga kotak Word Square. Kemudian guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok. Selanjutnya guru memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara pengerjaan LKS yaitu dengan cara mengarsir huruf dalam kotak secara horizontal atau vertikal sesuai dengan jawaban soal yang ada. Kemudian guru menanyakan kepada siswa apakah telah mengerti mengenai petunjuk dalam mengerjakan LKS dan para siswa pun serentak menjawab bahwa mereka telah mengerti.
Alat peraga yang telah disiapkan tadi kemudian ditempelkan pada papan tulis. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru mengisntruksikan kepada setiap kelompok menukar lembar jawaban dari LKS kepada kelompok lain untuk diperiksa lalu guru menginstruksikan pula untuk memilih perwakilan dari kelompok masing-masing untuk mempresentasikan jawabannya. Selanjutnya setiap kelompok mulai dari kelompok satu sampai kelompok tujuh memilih perwakilannya untuk menjawab dan mempresentasikan jawaban yang telah ditemukan. Masing-masing perwakilan kelompok menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan pada papan tulis, setelah itu memberikan penjelasan mengenai kata yang ditemukan. Guru mengajak semua siswa  bertepuk tangan untuk memberikan apresiasi atau penghargaan kepada siswa yang telah menjelaskan mengenai kata yang ditemukan. Guru juga memberikan tambahan informasi mengenai kata yang telah ditemukan tersebut agar dapat lebih dipahami oleh siswa. Setelah semua kelompok mempresentasikan jawabannya, guru lalu memberikan poin pada setiap jawaban dari masing-masing kelompok. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir pembelajaran, guru bersama siswa menyimpulkan pembelajaran yang telah dilakukan dan memberikan pesan-pesan agar kembali mengulang pelajarannya di rumah. Kegiatan ini berlangsung selama 10 menit.
c.         Observasi Siklus I
            Pada saat proses pembelajaran berlangsung, observer/peneliti melakukan kegiatan pengamatan baik terhadap siswa maupun guru.
Berikut adalah temuan data berdasarkan hasil observasi pada siklus I.
1)        Hasil Observasi Aktivitas Mengajar Guru
Data mengenai aktivitas mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square diperoleh melalui penilaian pada lembar observasi yang terdiri dari 4 aspek yakni menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, membagikan lembaran kegiatan, menginstruksikan siswa untuk menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, dan memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak.
Pada pertemuan 1, aspek ke-1 yaitu menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai berada pada kategori kurang karena hanya menjelaskan materi pelajaran tetapi tidak bertanya jawab dengan siswa seputar materi dan tidak memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang disajikan, sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena menjelaskan materi pelajaran dan bertanya jawab dengan siswa seputar materi tetapi tidak memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang disajikan. Pada aspek ke-2 yaitu guru membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan contoh dikategorikan baik pada pertemuan 1 dan 2 karena guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri atas 4-5 orang, guru menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan, dan guru memberikan tugas  kelompok atau Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok.
Aspek ke-3 yaitu guru menginstruksikan siswa untuk menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, pada pertemuan 1 dikategorikan kurang karena guru hanya memberikan petunjuk kepada siswa dalam pengerjaan LKS tetapi tidak membimbing siswa dalam pengerjaan LKS dan tidak memperhatikan kerjasama, ketelitian, serta keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena guru memberikan petunjuk kepada siswa dalam pengerjaan LKS dan membimbing siswa dalam pengerjaan LKS tetapi tidak memperhatikan kerjasama, ketelitian, dan keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Aspek ke-4 yaitu guru memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak, pada pertemuan 1 dan 2 dikategorikan cukup karena guru menginstruksikan setelah mengerjakan LKS, setiap perwakilan kelompok melakukan presentasi dan guru memberikan penilaian pada setiap jawaban tetapi tidak menginstruksikan kepada seluruh siswa memperhatikan presentasi dan menganalisanya. Jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 1 ialah 7 dengan persentase 58,33% yang berada pada kategori kurang dan jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 2 ialah 9 dengan persentase 75% yang berada pada kategori cukup.
Berdasarkan data dari siklus I dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek guru dikategorikan cukup. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi guru dapat dilihat pada lampiran ....  halaman ... dan lampiran .. halaman.....
2)        Hasil Observasi Aktivitas Belajar Siswa
Data mengenai aktivitas mengajar guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square diperoleh melalui penilaian pada lembar observasi yang terdiri dari 4 aspek yakni siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, siswa menerima lembaran kegiatan sesuai dengan contoh, siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, dan siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak. Berikut adalah paparan mengenai aktivitas belajar siswa pada siklus I.
Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus I pertemuan 1 aspek ke-1 siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dikategorikan kurang karena hanya satu indikator yang dominan dilaksanakan oleh siswa dengan jumlah 28 orang dan 2 orang yang melaksanakan dua indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan kurang karena hanya didominasi oleh satu indikator dengan jumlah 21 orang dan 12 orang yang melaksanakan dua indikator. Aspek ke-2 siswa menerima lembaran kegiatan sesuai dengan contoh pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 27 orang siswa melaksanakan tiga indikator dan 3 orang melaksanakan dua indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena sebanyak 33 orang siswa melaksanakan tiga indikator.
Aspek ke-3 siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 15 orang siswa melaksanakan tiga indikator, 9 orang melaksanakan dua indikator, dan 6 orang melaksanakan satu indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena sebanyak 25 orang siswa melaksanakan tiga indikator, 4 orang melaksanakan dua indikator, dan 4 orang melaksanakan satu indikator. Aspek ke-4 siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak pada pertemuan 1 dikategorikan cukup karena sebanyak 18 orang siswa melaksanakan dua indikator, 12 orang melaksanakan tiga indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena sebanyak 20 orang siswa melaksanakan dua indikator, 1 orang melaksanakan tiga indikator, dan 12 orang melaksanakan satu indikator. Jumlah keseluruhan skor indikator yang diperoleh pada pertemuan 1 adalah  9, dengan persentase 75%, dengan kualifikasi cukup. Begitu pula dengan pertemuan 2 memperoleh skor 9 dengan persentase 75%.
Berdasarkan data dari siklus I dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek siswa dikategorikan cukup. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi siswa dapat dilihat pada lampiran .... halaman .... dan lampiran ... halaman ...
3)        Hasil Tes Siklus I
Setelah pelaksanaan proses pembelajaran siklus I yang terdiri dari 2 kali pertemuan, maka dilakukan tes hasil belajar. Pemberian tes dilaksanakan pada hari Sabtu 7 Mei 2016. Adapun hasil analisis deskriftif terhadap skor perolehan hasil belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini:.
Tabel 4.1.  Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar pada Siklus I

Uraian
Nilai
Subjek
33
Skor Ideal
100
Rata-Rata
68,25
Skor Tertinggi
100
Skor Terendah
24
       Sumber: Data Lampiran ... halaman....
Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa uraian hasil belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dengan subjek 33 orang siswa, memperoleh skor rata-rata kelas yaitu 68,25, skor tertinggi 100, skor terendah 24, dengan skor ideal 100. Dapat dilihat pada data lampiran......... halaman........
Deskripsi distribusi frekuensi dan persentasi ketuntasan belajar hasil belajar IPS setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2.   Distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan hasil belajar IPS siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar

Kategori
Skala Nilai
Frekuensi (f)
%
Keterangan
Tidak Tuntas
0 – 69
17
51,51%
KKM = 70
Tuntas
70 – 100
16
48,48%
Jumlah

33
100%
Sumber : Data Lampiran lampiran .... halaman ...
Tabel di atas menunujukkan bahwa 33 orang siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar terdapat 17 orang siswa (51,51%) belum mencapai KKM yang tidak tuntas hasil belajarnya dan 16 orang siswa (48,48%) yang telah memenuhi KKM 70 telah tuntas hasil belajarnya pada pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS pada siklus I belum berhasil karena siswa yang memperoleh nilai KKM ≥70 belum mencapai 70%. Dapat dilihat pada data lampiran ..... halaman ....
d.        Refleksi Siklus I
Berdasarkan hasil observasi pada pelaksanaan siklus I maka diadakan refleksi bersama guru sebagai pelaksana pembelajaran. Informasi yang diperoleh berdasarkan hasil pengamatan mengungkap beberapa kelemahan-kelemahan yang ditemui pada penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS  sebagai berikut:
1)        Selama pembelajaran IPS pada siklus pertama melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square, walaupun langkah-langkah pembelajaran pemecahan masalah telah diterapkan, tetapi masih ada aspek-aspek tertentu yang perlu dioptimalkan dalam pelaksanaannya, seperti: kurang  membimbing siswa  dalam pengerjaan LKS, kurang memperhatikan kerjasama dan ketelitian siswa saat mengerjakan LKS sehingga masih ada beberapa kelompok yang dalam penyelesaian LKS hanya dikerjakan oleh sebagian orang dalam kelompoknya.
2)        Aktivitas belajar siswa menunjukkan sebagian cukup aktif, tetapi terdapat pula aspek yang kurang aktif yaitu dalam mencatat materi pelajaran, bertanya jawab dengan guru dan siswa. Kondisi tersebut mempengaruhi penguasaan materi sehingga berdampak terhadap hasil belajar siswa.
Langkah tindak lanjut yang dirancang observer bersama guru untuk mengatasi kelemahan tersebut adalah sebagai berikut:
1)        Guru membimbing siswa dengan cara membimbing setiap kelompok dalam pengerjaan LKS. Kemudian guru juga lebih memperhatikan kerjasama dan ketelitian siswa saat mengerjakan LKS agar semua anggota kelompok dapat bekerjasama dalam mengerjakan LKS.
2)        Guru perlu memotivasi dan memberi penguatan secara intensif agar siswa dapat berperan lebih aktif mencatat materi pelajaran, bekerjasama dalam kelompok dan bertanya jawab agar dapat lebih memahami materi pelajaran IPS. Demikian pula mengingatkan siswa akan manfaat kerjasama dalam belajar yaitu meningkatkan penguasaan terhadap materi pelajaran.


2.         Paparan Data Siklus II
Tindakan siklus II dilaksanakan dalam 2 kali pertemuan, pertemuan 1 dengan alokasi waktu 2 x 35 menit dan pertemuan 2 dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Berikut adalah tahap-tahap pelaksanaan siklus II.
a.        Perencanaan Siklus II
Pada rencana pelaksanaan siklus II, ada beberapa hal yang akan diperbaiki untuk mencapai tujuan pembelajaran. Melalui refleksi yang dilakukan pada siklus I yaitu guru kurang membimbing siswa dalam pengerjaan LKS, kurang memperhatikan kerjasama dan ketelitian siswa saat mengerjakan LKS, sebagian siswa kurang aktif dalam mencatat materi pelajaran serta siswa kurang bertanya jawab dengan guru. Maka pada siklus II ini, penerapan langkah-langkah pembelajaran yang akan dilakukan adalah perbaikan dari kelemahan-kelemahan yang terjadi pada siklus I.
b.        Pelaksanaan Siklus II
Tindakan siklus II pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Jumat, 13 Mei 2016 pada jam pelajaran ke 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit. Pada pertemuan 1 ini diikuti oleh 33 siswa atau keseluruhan siswa kelas IV B.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh siswa dengan antusias. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan dari pembelajaran sebelumnya yaitu mengenai dampakdari masalah sosial. Beberapa siswa menunjukkan sikap antusias untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Setelah itu guru menyampaikan tujuan pembelajaran  yaitu menjelaskan cara menyelesaikan masalah sosial di daerahnya dan memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dan rajin dalam mencatat materi-materi yang diberikan. Kemudian guru menyampaikan KKM yaitu 70 serta kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran Word Square. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai yaitu mengenai cara menyelesaikan masalah sosial di daerahnya. Lalu guru menunjukkan alat peraga yaitu kotak Word Square yang nanti akan digunakan dalam pembelajaran. Guru kemudian membagi siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Setelah itu guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. Guru memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara mengerjakan LKS yaitu dengan cara menemukan jawaban dari soal yang ada pada kotak Word Square lalu mengarsir jawaban yang telah ditemukan. Jawaban dapat ditemukan secara horizontal maupun vertikal. Selanjutnya guru membimbing setiap kelompok dalam mengerjakan LKS. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru menginstruksikan kepada setiap kelompok memilih perwakilan untuk melakukan presentasi dan menukar LKS untuk diperiksa oleh kelompok lain. Selain itu, guru juga menginstruksikan kepada seluruh siswa untuk memperhatikan penjelasan yang akan dipaparkan oleh perwakilan kelompok. Setiap perwakilan kelompok maju untuk menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan oleh guru di papan tulis. Kemudian siswa menjelaskan kata yang telah ditemukan. Selanjutnya guru memberi informasi tambahan dari apa yang telah dijelaskan oleh siswa. Guru memberikan apresiasi kepada perwakilan kelompok dengan mengajak semua siswa untuk bertepuk tangan setelah berhasil untuk menjelaskan mengenai kata yang telah ditemukan. Setelah semua kelompok mempresentasikan jawabannya, guru lalu memberikan penilaian. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir pelajaran, guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu. Kemudian guru menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa untuk lebih giat lagi mengulang pelajarannya di rumah. Guru menutup pelajaran dengan ucapan salam. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Pertemuan 2 dilaksanakan pada hari Sabtu, 14 Mei 2016 pada jam pelajaran ke 3–4 (Pukul 09.30-10.40 WITA) dengan alokasi waktu 2 x 35 menit dan diikuti oleh 33 siswa atau keseluruhan siswa kelas IV B. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru pada pertemuan II dilaksanakan sesuai RPP yang telah dibuat dengan tahap pembelajaran yang sama pada pertemuan sebelumnya.
Guru membuka pelajaran dengan mengucapkan salam yang kemudian dibalas oleh siswa dengan antusias. Selanjutnya guru melakukan apersepsi dengan mengajukan pertanyaan dari pembelajaran sebelumnya yaitu mengenai cara menyelesaikan masalah sosial di daerahnya. Sudah cukup banyak siswa yang menunjukkan sikap antusias untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru. Kemudian guru menyampaikan tujuan pembelajaran  yaitu menjelaskan hambatan dalam mengatasi masalah sosial. Guru kembali memberikan motivasi kepada siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh guru dan rajin dalam mencatat materi-materi yang diberikan serta bekerja sama dalam mengerjakan LKS yang nantinya akan diberikan. Selanjutnya guru menyampaikan KKM yaitu 70 serta menyampaikan pula kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan sesuai dengan langkah-langkah pembelajaran Word Square. Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
Pada tahap kegiatan inti, guru menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai yaitu mengenai hambatan dalam mengatasi masalah sosial. Guru menunjukkan alat peraga yaitu kotak Word Square yang nanti akan digunakan dalam pembelajaran. Guru lalu membagi siswa ke dalam 7 kelompok secara heterogen yang terdiri dari 4-5 orang siswa. Selanjutnya guru membagikan LKS kepada setiap kelompok. Guru memberikan petunjuk kepada siswa mengenai cara mengerjakan LKS yaitu dengan cara menemukan jawaban dari soal yang ada pada kotak Word Square lalu mengarsir jawaban yang telah ditemukan. Jawaban dapat ditemukan secara horizontal maupun vertikal. Guru kembali mengingatkan untuk bekerja sama dalam mengerjakan LKS dan tidak boleh dikerjakan  oleh seorang siswa saja karena ini merupakan tugas kelompok. Selanjutnya guru membimbing setiap kelompok dalam mengerjakan LKS. Guru juga memperhatikan kerjasama serta ketelitian siswa dalam menjawab setiap soal. Setelah semua kelompok selesai mengerjakan LKS, guru menginstruksikan kepada setiap kelompok memilih perwakilan untuk melakukan presentasi dan menukar LKS untuk diperiksa oleh kelompok lain. Satu per satu perwakilan setiap kelompok maju untuk menjawab soal lalu mengarsir jawabannya pada kotak Word Square yang telah ditempelkan oleh guru di papan tulis. Lalu siswa menjelaskan kata yang telah ditemukan. Beberapa siswa juga memberikan tanggapan dari jawaban yang dijelaskan oleh perwakilan kelompok. Selanjutnya guru memberi informasi tambahan dari apa yang telah dijelaskan oleh siswa. Guru memberikan apresiasi kepada perwakilan kelompok dengan mengajak semua siswa untuk bertepuk tangan setelah berhasil untuk menjelaskan mengenai kata yang telah ditemukan. Setelah semua kelompok mempresentasikan jawabannya, guru lalu memberikan penilaian. Kegiatan ini berlangsung sekitar 50 menit.
Pada kegiatan akhir pelajaran, guru dan siswa bersama-sama menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu. Guru kembali memberikan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi yang telah dijelaskan mengenai masalah sosial. Siswa cukup antusias ingin menjawab pertanyaan yang diajukan dengan mengacungkan tangannya.  Setelah itu guru menyampaikan pesan-pesan moral kepada siswa untuk selalu mengulang pelajaran di rumah agar apa yang telah dipelajari dapat terus diingat. Guru menutup pelajaran dengan ucapan salam.  Kegiatan ini berlangsung sekitar 10 menit.
c.         Observasi Siklus II 
Data temuan pada observasi siklus II merangkum aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square serta hasil belajar siswa yang terangkum dalam hasil tes akhir siklus II. Berikut adalah hasil observasi pada pelaksanaan siklus II.


1)        Hasil Observasi Guru
Lembar observasi guru pada siklus II dirancang sama pada siklus I yang bertujuan untuk mengukur kualitas aktivitas guru dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS di kelas IV B.
Penilaian pada lembar observasi terdiri dari 4 aspek yakni menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, membagikan lembaran kegiatan, menginstruksikan siswa untuk menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, dan memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak.
Pada pertemuan 1, aspek ke-1 yaitu menyampaikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai berada pada kategori baik karena guru menjelaskan materi pelajaran, bertanya jawab dengan siswa seputar materi dan memperlihatkan pembelajaran menggunakan model Word Square sesuai dengan materi yang disajikan. Begitu pula pada pertemuan 2 dikategorikan baik. Pada aspek ke-2 yaitu guru membagikan lembaran kegiatan sesuai dengan contoh dikategorikan baik pada pertemuan 1 dan 2 karena guru membentuk beberapa kelompok yang terdiri atas 4-5 orang, guru menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan, dan guru memberikan tugas  kelompok atau Lembar Kerja Siswa (LKS) kepada setiap kelompok.
Aspek ke-3 yaitu guru menginstruksikan siswa untuk menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, pada pertemuan 1 dikategorikan cukup karena guru memberikan petunjuk kepada siswa dalam pengerjaan LKS dan membimbing siswa dalam pengerjaan LKS, tetapi tidak memperhatikan kerjasama, ketelitian, serta keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena guru memberikan petunjuk kepada siswa dalam pengerjaan LKS, membimbing siswa dalam pengerjaan LKS dan memperhatikan kerjasama, ketelitian, dan keaktifan siswa dalam mengerjakan LKS. Aspek ke-4 yaitu guru memberikan poin pada setiap jawaban dalam kotak, pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena guru menginstruksikan setelah mengerjakan LKS, setiap perwakilan kelompok melakukan presentasi, guru memberikan penilaian pada setiap jawaban dan menginstruksikan kepada seluruh siswa memperhatikan presentasi dan menganalisanya. Sedangkan pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena guru menginstruksikan setelah mengerjakan LKS, setiap perwakilan kelompok melakukan presentasi, guru memberikan penilaian pada setiap jawaban, tetapi tidak menginstruksikan kepada seluruh siswa untuk memperhatikan presentasi dan menganalisanya. Jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 1 ialah 11 dengan persentase 91,66% yang berada pada kategori baik dan jumlah nilai keseluruhan pada pertemuan 2 ialah 11 dengan persentase 91,66% yang berada pada kategori baik.
Berdasarkan data dari siklus II dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek guru dikategorikan baik. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi guru dapat dilihat pada lampiran ....  halaman ... dan lampiran .. halaman.....
2)        Hasil Observasi Siswa
Hasil observasi siswa merupakan rangkuman dari aktivitas belajar siswa selama penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square. Penilaian pada lembar observasi siswa terdiri dari 4 aspek yakni siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai, siswa menerima lembaran kegiatan sesuai dengan contoh, siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban, dan siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak. Berikut adalah paparan mengenai aktivitas belajar siswa pada siklus II.
Hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II pertemuan 1 aspek ke-1 siswa memperhatikan penyampaian materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai dikategorikan cukup karena  sebanyak 26 orang siswa melaksanakan dua indikator, 1 orang melaksanakan 3 indikator dan 6 orang hanya melaksanakan 1 indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena sebanyak 26 orang siswa melaksanakan dua indikator, 3 orang melaksanakan tiga indikator, dan 4 orang hanya melaksanakan 1 indikator. Aspek ke-2 siswa menerima lembaran kegiatan sesuai dengan contoh pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 33 orang siswa melaksanakan tiga indikator . Pada pertemuan 2 juga dikategorikan baik karena sebanyak 33 orang siswa melaksanakan tiga indikator.
Aspek ke-3 siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai dengan jawaban pada pertemuan 1 dikategorikan baik karena sebanyak 32 orang siswa melaksanakan tiga indikator dan 1 orang melaksanakan dua indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan baik karena sebanyak 31 orang siswa melaksanakan tiga indikator dan 2 orang melaksanakan dua indikator. Aspek ke-4 siswa mendapatkan poin setiap jawaban dalam kotak pada pertemuan 1 dikategorikan cukup karena sebanyak 25 orang siswa melaksanakan dua indikator, 1 orang melaksanakan tiga indikator, dan 7 orang hanya melaksanakan satu indikator. Pada pertemuan 2 dikategorikan cukup karena sebanyak 28 orang siswa melaksanakan dua indikator, 4 orang melaksanakan tiga indikator, dan 1 orang melaksanakan satu indikator. Jumlah keseluruhan skor indikator yang diperoleh pada pertemuan 1 adalah  10, dengan persentase 83,33%, dengan kualifikasi baik. Begitu pula dengan pertemuan 2 memperoleh skor 10 dengan persentase 83,33% dengan kualifikasi baik.
Berdasarkan data dari siklus II dapat disimpulkan bahwa pencapaian aktivitas belajar IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square untuk aspek siswa dikategorikan baik. Untuk lebih jelasnya data hasil observasi siswa dapat dilihat pada lampiran .... halaman .... dan lampiran ... halaman ...
3)        Hasil Tes Siklus II
Setelah pelaksanaan proses pembelajaran siklus II yang terdiri dari 2 kali pertemuan, maka dilakukan tes hasil belajar. Adapun hasil analisis deskriptif terhadap skor pemerolehan skor hasil belajar siswa setelah diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3.  Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar pada Siklus II

Uraian
Nilai
Subjek
33
Skor Ideal
100
Rata-Rata
87,59
Skor Tertinggi
100
Skor Terendah
65,33
       Sumber: Data Lampiran ... halaman....
Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa uraian hasil belajar melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dengan subjek 33 orang siswa, memperoleh skor rata-rata kelas yaitu 87,59, skor tertinggi 100, skor terendah 65,33, dengan skor ideal 100. Dapat dilihat pada data lampiran......... halaman........
Deskripsi distribusi frekuensi dan persentasi ketuntasan belajar hasil belajar IPS setelah diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4.   Distribusi frekuensi dan persentase ketuntasan hasil belajar IPS siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar

Kategori
Skala Nilai
Frekuensi (f)
%
Keterangan
Tidak Tuntas
0 – 69
2
6,06%
KKM = 70
Tuntas
70 – 100
31
93,93%
Jumlah

33
100%
Sumber : Data Lampiran lampiran .... halaman ...
Tabel di atas menunujukkan bahwa 33 orang siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar terdapat 2 orang siswa (6,06%) belum mencapai KKM yang tidak tuntas hasil belajarnya dan 31 orang siswa (93,93%) yang telah memenuhi KKM 70 telah tuntas hasil belajarnya pada pembelajaran IPS. Berdasarkan hasil analisis data tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran IPS pada siklus II berhasil karena siswa yang memperoleh nilai KKM≥70 telah mencapai 93,93%. Dapat dilihat pada data lampiran ..... halaman ....
Berikut ini adalah distribusi peningkatan nilai rata-rata klasikal dan persentase hasil belajar siswa pada siklus I dan II.
Tabel 4.5. Deskripsi Peningkatan Hasil Belajar Siswa pada Siklus I dan Siklus II

Deskripsi Penilaian
Hasil Belajar Siswa
Ket.
Siklus I
Siklus II
Kategori Penilaian
Kurang
Sangat Baik
KKM ≥70
Persentase Ketuntasan Belajar
48,48%
93,93%
Nilai rata-rata Klasikal
68,25
87,59
Sumber: Lampiran .... halaman.....                                     
Tabel 4.5 di atas menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square pada siklus I dan siklus II.  Pada siklus I, hasil belajar siswa berada pada kategori kurang dengan perolehan nilai rata-rata klasikal 68,25 dan persentase ketuntasan belajar klasikal mencapai 48,48% belum mencapai KKM ≥70.
Sedangkan pada siklus II, hasil belajar siswa telah mencapai kategori sangat baik. Sebesar 93,93% siswa telah memenuhi KKM ≥70 atau terjadi peningkatan sebesar 45,45% dari siklus I dengan nilai rata-rata klasikal 87,59. Mengacu pada indikator keberhasilan dalam penelitian ini, maka penerapan model pembelajaran kooperatif  tipe Word Square untuk meningkatkan hasil belajar IPS pada siswa kelas IV B SD Negeri Kompleks Sambung Jawa pada siklus II dinyatakan telah berhasil, karena persentase siswa yang memenuhi KKM ≥70 telah mencapai 93,93%. Dapat dilihat pada data lampiran .... halaman .....

d.      Refleksi Siklus II
Mengacu pada hasil observasi dalam pembelajaran IPS melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square, maka dapat disimpulkan bahwa tindakan siklus II telah berhasil dan telah mencapai indikator keberhasilan yang ditentukan dalam penelitian ini. Hasil observasi aktivitas mengajar guru menunjukkan bahwa guru telah melaksanakan pembelajaran dengan kategori baik. Demikian pula pada hasil observasi aktivitas belajar siswa yang menunjukkan tercapainya indikator yang direncanakan dengan kategori baik.  Pada proses pembelajaran tindakan siklus II menunjukkan bahwa siswa telah aktif dalam diskusi bersama  teman kelompoknya dalam menyelesaikan soal dengan benar dan menemukan kata pada kotak Word Square. Hasil observasi pada subjek penelitian juga menunjukkan bahwa siswa senang dalam mengikuti proses pembelajaran karena penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square melatih ketelitian siswa untuk mencari jawaban yang terdapat dalam kotak Word Square yang telah diacak.
Berdasarkan hasil analisis data dan refleksi di atas dan mengacu kepada indikator keberhasilan yang ditetapkan, hasil tes siklus II menunjukkan peningkatan atau dengan kata lain indikator keberhasilan yang ditetapkan sudah tercapai karena seluruh siswa yang menjadi subjek penelitian telah memperoleh nilai rata-rata 87,59. Ditinjau dari hasil diskusi kelompok yang terdiri dari 7 kelompok sudah dapat menyelesaikan LKS dengan baik, maka disimpulkan bahwa pembelajaran sudah berhasil. Dengan demikian tujuan pembelajaran sudah tercapai.

B.     Pembahasan
Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah dilaksanakan siklus I dalam pembelajaran IPS dengan materi pokok masalah sosial dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square, skor rata-rata yang diperoleh adalah 68,25 dengan nilai tetinggi 100 dan yang terendah 24 dari skor ideal 100, dan yang tuntas hasil belajarnya 16 orang siswa dan yang tidak tuntas hasil belajarnya 17 orang siswa. Ini disebabkan karena kurangnya motivasi belajar, siswa kurang dalam mencatat materi yang disampaikan oleh guru, pengerjaaan LKS yang semestinya dikerjakan berkelompok tetapi masih didominasi oleh siswa yang aktif (pintar) saja. Siswa yang lainnya hanya diam dan beberapa bercerita saja, mereka tidak mau bekerja sama.
Pada siklus II pelaksanaan pembelajaran tidak jauh berbeda dengan siklus I, hanya keaktifan siswa dalam pembelajaran sudah mulai nampak, dilihat dari keaktifan masing-masing kelompok dalam memaparkan penjelasannya mengenai kata yang ditemukan, bekerja sama dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Kemudian siswa juga sudah aktif dalam  melakukan tanya jawab dengan guru mengenai materi yang dibahas. Dilihat dari proses dan  hasil belajar tes akhir yang telah dicapai, yaitu skor nilai rata-rata tes akhir menunjukkan peningkatan pada siklus I yaitu 68,25 sedangkan siklus II nilai rata-rata skor adalah 87,59.
Keberhasilan tindakan dari siklus ke siklus dikarenakan guru dapat melaksanakan rancanan pembelajaran dengan baik sesuai dengan langkah-langkah dari penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square. Dengan demikian meningkatnya hasil belajar siswa kelas IV B SDN Kompleks Sambung Jawa Kecamatan Mamajang Kota Makassar karena adanya kerja sama yang baik dalam kelompok dan bimbingan serta arahan dari guru. Fakta yang membuktikan bahwa adanya penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dapat meningkatkan hasil belajar IPS.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A.      Kesimpulan
            Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan yaitu: dengan adanya aktivitas mengajar guru dan aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square terjadi peningkatan secara signifikan dari kategori cukup pada siklus I meningkat menjadi kategori baik pada siklus II berdasarkan atas beberapa aktivitas guru dan  siswa yang telah diamati. Dengan nilai rata-rata hasil belajar IPS pada siklus I masuk kategori kurang  (belum tuntas), selanjutnya pada siklus II nilai rata-rata hasil belajar siswa berada pada kategori sangat baik (tuntas) yang diukur dengan menggunakan tes berbentuk uraian.

B.    Saran
Berdasarkan hasil penelitian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1.        Untuk para guru yang ingin meningkatkan kualitas pembelajaran IPS, maka penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square layak dipertimbangkan menjadi bentuk pembelajaran alternatif.
2.        Bagi peneliti lain yang ingin mengangkat kembali menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Word Square dalam pembelajaran hendaknya penelitian ini dapat dijadikan sebagai pedoman dengan memperhatikan kekurangan-kekurangan dan kelebihan-kelebihan yang terdapat di dalam pelaksanaannya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dan refleksi awal demi penyempurnaan penelitian selanjutnya.


















DAFTAR PUSTAKA
Arbie, Jein Asriyanti, dkk. 2013. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Hidrokarbon Siswa Kelas X SMA Tridharma Gorontalo. Jurnal KIM Fakultas Matematika dan IPA. 1 (1), 4. kim.ung.ac.id/index.php/KIMFMIPA/issue/view/86 (diakses tanggal 12 Januari 2016)
Arikunto, Suharsimi, dkk. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Asma, Nur. 2007, Metode Pembelajaran Kooperatif. Jakarta: Depdiknas dan Dirjen Dikti.

Daryanto. 2013. Inovasi Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.

Djamarah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif: Suatu Pendekatan Teoretis Psikologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Faturrahman, dkk. 2012. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya.
Hamalik, Oemar. 2015. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasbullah. 2006. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Isjoni. 2012. Cooperative Learning. Bandung: Alfabeta.

Komara, Endang. 2014. Belajar dan Pembelajaran Interaktif. Bandung: PT. Refika Aditama.

Kunandar. 2013. Penilaian Autentik. Jakarta: Rajawali Pers.

Kurniasih, Imas dan Berlin Sani. 2015. Ragam Pengembangan Model Pembelajaran untuk Peningkatan Profesionalisme Guru. Jakarta: Kata Pena.

Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning:Mempraktikkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: PT. Gramedia.

Mappasoro. 2013. Strategi Pembelajaran. Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Makassar.

Putri, S.Y. 2013. Peningkatan Motivasi Belajar dalam Pembelajaran IPA dengan Menerapkan Model Word Square pada Siswa Kelas V SD Negeri II Sempukerep Sidoharjo Wonogiri Tahun Ajaran 2012/2013. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran: Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Rajawali Pers

Sani, Ridwan Abdullah. 2013. Inovasi Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Asdi Mahasatya.

Supandi, Gusmitawati. 2012. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial. 3-4. Ejournal.unpak.ac.id/mahasiswa.php (diakses tanggal 10 Januari 2016)

Suprijono, Agus. 2013. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Syah, Muhibbin.  2003. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Trianto. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: PT. Fajar Interpratama Mandiri.
---------. 2013. Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Ula, S. Shoimatul. 2013. Revolusi Belajar: Optimalisasi Kecerdasan Melalui Pembelajaran Berbasis Kecerdasan Majemuk. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Uno, Hamzah B. dan Nurdin Mohamad. 2015. Belajar dengan Pendekatan PAILKEM. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Wijana, Eka. Penerapan Model Belajar Word Square untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa pada Pembelajaran Matematika. Cirebon: IAIN Syekh Nurjati Cirebon.

Yaba dan Djohara Nonci. 2008. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) 1. Makassar: PGSD UUP Tidung FIP UNM.







 

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS